5 Faktor yang Bikin Politik Uang Terus Eksis di Indonesia

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, mengatakan hukum harus ditegakkan terhadap politisi yang terlibat politik uang seperti kucing dan tikus. Oleh karena itu, mereka menuntut cara kotor tersebut disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, kata dia, praktik politik uang merupakan keniscayaan dalam pemilu.

“Karena kalau hal ini tidak dilegalkan, kita akan main-main terus, juara ke depan adalah para pedagang,” kata Hugua saat rapat dengan panitia pemilu di Gedung DPR RI, Senayan. , Jakarta Pusat, Rabu 15 Mei 2024.

Praktik politik uang sebenarnya merupakan hubungan timbal balik, dimana masyarakat justru memilih kandidat yang melakukan praktik kotor tersebut dibandingkan politisi yang “bersih”. Sikap masyarakat itulah yang justru membuat budaya politik uang saat pemilu terus berlanjut. Apalagi setelah membuktikan bahwa “pembeli suara” pada akhirnya menang.

Dilansir jurnal Justice Pro: Jurnal Kajian Hukum, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Politik Uang pada Pemilu 2019 oleh Anton Hutomo Sugiarto dkk, Berikut faktor-faktor yang menyebabkan masih adanya praktik politik uang di Indonesia dan penegakan hukum. memberantas penjahat itu sulit, menurut Soerjono Soekanto:

1. Faktor hukum

Meskipun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu menyebutkan bahwa salah satu tugas Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu adalah mencegah praktik politik uang, namun undang-undang tersebut tidak memuat pengertian politik uang. Oleh karena itu, belum jelas apakah pemberian hadiah seperti sarung, sepeda, dan lain-lain juga merupakan bagian dari politik uang atau tidak.

Selain itu, jika dibandingkan dengan UU Pemilu, sanksi pidana bagi pelanggaran politik uang masuk dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan UU Walikota atau UU Pemilu yang lebih tegas lagi.

Dalam Pasal 187A UU Pilkada, pemberi dan penerima uang politik diancam sanksi pidana. Padahal dalam UU Pemilu, sanksi pidana hanya diancamkan terhadap penyedia dana politik. Selain itu, ada ketentuan dalam UU Pemilu bahwa biaya transportasi peserta kampanye harus dalam bentuk voucher dan bukan uang.

Dan dalam UU Pemilu, berdasarkan Penjelasan Pasal 286 ayat (1), larangan memberikan janji dan/atau memberikan materi lain untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih antara lain tidak mencakup penyediaan transportasi dan makanan. dan biaya minuman bagi peserta kampanye. Akibatnya, para pemerhati Pemilu di lapangan akan sulit membedakan antara politik biaya dan politik uang.

2. Faktor penegakan hukum

Berdasarkan UU Pemilu, pusat penegakan hukum terpadu atau Gakkumdu berperan penting dalam penanganan tindak pidana pemilu, termasuk politik uang. Pasal 486 UU Pemilu menyebutkan Gakkumdu dibentuk untuk menciptakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu oleh Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dengan lemahnya UU Pemilu, Bawaslu tidak hanya mengawasi proses pemilu dan mencegah terjadinya tindak pidana pemilu, namun juga sebagai pengambil keputusan diharapkan bisa berperan maksimal.

Namun pada saat pelaksanaan Pemilu, tidak semua permasalahan atau tindak pidana Pemilu, termasuk politik uang, dapat dicegah dan ditangani dengan baik. Peserta pemilu dapat memanfaatkan daerah yang terkena bencana, misalnya untuk menggalang simpati pemilih dengan memberikan sumbangan. Pengawasan pemilu menjadi salah satu kunci keberhasilan mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas tanpa dikorupsi oleh politik uang.

3. Faktor Sarana dan Prasarana

Dari ketiga organisasi yang mempunyai kewenangan mengusut perkara korupsi, di satu sisi Kepolisian dan Kejaksaan, selain tidak mempunyai kewenangan yang sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, juga tidak mempunyai wewenang untuk mengusut kasus korupsi. infrastruktur yang dapat dilaksanakan. dengan Penghapusan Polusi. Komisi punya. Sebaliknya, meski KPK memiliki personel yang terbatas dan belum memiliki perwakilan di setiap provinsi, namun KPK mempunyai kewenangan yang lebih besar dibandingkan Kepolisian dan Kejaksaan. Perbedaan infrastruktur yang dimiliki ketiga organisasi tersebut tentunya akan mempengaruhi penegakan hukum terhadap politik uang.

4. Faktor masyarakat

Dalam beberapa penelitian, masyarakat masih menganggap wajar jika terjadi politik uang dalam pemilu. Oleh karena itu, jika politik uang masih ada, maka hal tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, namun juga memerlukan peran masyarakat. Masyarakat dapat berperan dalam mencegah dan memberantas politik uang, termasuk mengawasi dan tidak ikut serta dalam politik uang.

5. Faktor budaya

Faktor budaya juga menjadi faktor penting dalam penegakan hukum dalam kasus politik uang. Terkait dengan budaya, politik uang sering terjadi di pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY. Di Bantul misalnya, politik uang untuk setiap perolehan suara disebut “bitingan”. Budaya politik transaksional ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat untuk menentukan pilihan terbaik.

Dikaitkan dengan faktor budaya yang ada, politik uang masih ada karena antara lain tidak adanya budaya malu, kurangnya moralitas dalam memberi dan menerima, kurang percaya, tidak jujur, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan, termasuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan moral bangsa, agar pemilu dapat berjalan dengan baik.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | AMELIA RAHIMA SARI

Pilihan Editor: Kader PDIP Rekomendasikan Legalisasi Politik Uang, Aturan Ini Larang Politik Uang dan Sanksi Bagi Pelaku Kejahatan

Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi, menjawab panggilan KPK sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku. Bagaimana hubungan Kusnadi dengan Harun Masiku? Baca selengkapnya

Nenggo pun membandingkan percobaan penangkapan Harun Masiku dengan Nazaruddin pada tahun 2011. Baca selengkapnya

Dharma Pongrekun mengaku masih berusaha untuk bisa ikut serta dalam Pilkada Jakarta karena perselisihan yang diajukan ke Bawaslu. Baca selengkapnya

Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan ada empat nama yang beredar di pasaran sebagai calon gubernur di Pilgub Jateng. Siapa kamu? Baca selengkapnya

Bawaslu mengungkap daftar negara paling rentan berdasarkan berbagai dimensi dalam penyelenggaraan pemilu serentak 2024 Baca selengkapnya

PDIP menilai tidak mudah bagi Jokowi untuk mengontrol partai-partai yang terlibat dalam mendukung calon daerah tertentu, khususnya di Pilkada Jakarta. Baca selengkapnya

Heru Budi menjawab akan maju di Pilkada Jakarta 2024, ia mengatakan calon yang cocok adalah Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. Baca selengkapnya

PDIP belum mengeluarkan surat rekomendasi pemilihan gubernur di empat daerah di Pulau Jawa. Ada beberapa nama yang masuk dalam radar calon gubernur. Baca selengkapnya

Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi melayangkan panggilan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK hari ini, Rabu, 19 Juni 2024. Baca selengkapnya

Wacana pelantikan Anies Baswedan-Kaesang di Pilkada Jakarta 2024 ditanggapi sejumlah partai politik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *