Anggota Komisi III DPR Bilang Seperti Macan Ompong, Ketua Dewas KPK Jawab Begini

TEMPO.CO , Jakarta – Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menanggapi Benny K., anggota Komite III DPR RI. Pernyataan Harman menilai Dewas KPK. Dia tampak seperti macan dalam mengendalikan pimpinan lembaga antikorupsi.

Menurut Thumpak Panggabean, Dewas KPK hanya bisa mempertimbangkan pihak yang masih menjadi anggota KPK.

“Etika kami hanya berlaku bagi personel KPK. Aturan kami, kalau sudah tidak menjadi anggota Komite Pemberantasan Korupsi (KPK), kami tidak bisa menggelar sidang etik. “Kalau dipanggil pun tidak mau datang, tidak ada paksaan dari pihak kami,” kata Tumpak saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRK, Rabu, 5 Juni 2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Balasan Tumpak itu menanggapi pernyataan Benny yang awalnya menyebut Dewas diciptakan untuk bisa menjalankan tugas pengawasan yang sebelumnya tidak dilakukan di KPK. Namun, Benny menilai tugas tersebut belum terlaksana setelah pengurus BPK hadir.

Makanya saya bilang Deva itu seperti harimau ompong, kata Benny.

Benny pun menyoroti kinerja Tumpak yang sudah tidak diapresiasi lagi. Sementara itu, Thumpak yang juga mantan pimpinan BPK hadir pada RDP kali ini bersama Komite III.

Benny merasa Tumpak sangat ketakutan saat menjadi pimpinan KPK.

“Pak Tumpak tadi bilang, ini bukan salah kami karena undang-undang tidak mengaturnya, sehingga nampaknya Pak Tumpak yang dulu ditakuti saat memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, menjadi Dewa, sekarang menjadi Pak Tumpak. Tumpak yang lemah,” kata anggota Fraksi Demokrat itu.

Benny mencontohkan kasus etik mantan Pimpinan KPK Lily Pintauli yang tak kunjung diselesaikan Devas. Sebab, menurut dia, saat itu Lilly sudah mengundurkan diri dari jabatannya hingga sidang etik mengambil keputusan. Benny mengira para Deva masih harus mencoba Lily, meski dia berhenti.

“Tuan Devas masih diadili. Hal ini penting agar masyarakat mengetahui bahwa oknum tersebut telah melanggar kode etik. “Karena mungkin dia sengaja mengundurkan diri, Pak Presiden,” kata Benny.

Dia mengatakan kejadian ini bisa membingungkan masyarakat. Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditunjuk untuk mengawasi, lanjut Benny, justru bisa dianggap sebagai wali pimpinan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Jangan takut para Dewa akan berkata: “Baiklah, berhenti saja agar tidak diadili,” kata Benny.

Berikutnya: Kesulitan mengakses data KPK

Sulitnya mengakses data KPK

Saat itu, Tumpak mengungkapkan lembaganya kesulitan mengakses data KPK. Tumpak mengatakan, permasalahan ini semakin signifikan dalam dua tahun terakhir.

“Dua tahun terakhir akses data kami juga mulai sulit,” kata Tumpak.

Tumpak mengatakan para Dewa harus mengikuti mekanisme birokrasi yang berlapis untuk mendapatkan rincian lembaga yang mereka kendalikan. Dia mengatakan, birokrasi merupakan ketentuan dari Komisioner KPK. Jika Dewas ingin mengakses data tersebut, kata Tumpak, pimpinan KPK harus menyetujuinya terlebih dahulu.

Proses ini, kata Tumpak, berbeda dengan mekanisme pendataan sebelumnya. Tumpak mengatakan akses data seharusnya dipermudah di KPK. Menurut dia, sejauh ini pihaknya sudah bisa mendapatkan data dengan mudah dan bisa menanyakan langsung kepada deputi. “Kami memintanya. Sekjen tolong, kami minta, lalu kami berikan. Tapi dalam dua tahun terakhir, cara itu diblokir dan harus melalui pimpinan KPK,” kata Tumpak.

Tumpak juga menilai kesulitan akses data menghambat fungsi Dewas KPK. “Kami menganggap ini sebagai kendala,” ujarnya. Selain itu, dia juga menyebut para pimpinan KPK kerap melawan para Dewa, terutama saat hendak dimintai keterangan terkait kasus dugaan pelanggaran etik.

Tumpak mengatakan, perlawanan tersebut diperkuat oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melaporkan Devas ke penegak hukum.

“Awas sebenarnya melaporkan salah satu pimpinan KPK yang diperiksa oleh Pengawas dalam sidang etik berdasarkan laporan masyarakat kepada penegak hukum atas tuduhan pencemaran nama baik,” kata Tumpak.

Diketahui, Pimpinan KPK telah melaporkan kepada Dewas KPK kepada Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (Bareskrim) khusus berdasarkan Pasal 421 KUHAP yang mengatur tentang tindakan pemaksaan terhadap pejabat publik untuk melakukan atau tidak adalah. bertindak dan dalam Pasal 310 yang dimaksud dengan: pencemaran nama baik

Tak hanya itu, Pimpinan KPK juga menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT. “Klasifikasi kasus. tindakan administratif/tindakan nyata pemerintah,” seperti dilansir Tempo dari laman SIPP PTUN Jakarta pada Kamis, 25 April 2024.

Tumpak mengatakan, perlawanan seperti itu baru pertama kali ditemuinya selama bertugas di KPK. Sebelum menjadi Ketua Dewas, Thumpak juga merupakan Komisioner KPK periode pertama.

“Saya juga sudah lama menjabat di Komite Pemberantasan Korupsi, karena saya adalah salah satu pimpinan pertama Komite Pemberantasan Korupsi. Ini yang baru-baru ini dilaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim terkait pencemaran nama baik dan penyalahgunaan kekuasaan karena: kami memanggil pimpinan dan mengadilinya,” kata Tumpak.

SULTAN ABDURASH

Pilihan Redaksi: Anggota Komisi Hukum Republik Demokratik Kongo menyebut pimpinan KPK sebagai macan ompong

IM57+ Institute menyebut tanpa kepemimpinan KPK yang jujur, kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia akan terus menurun pada tahun 2029. Baca selengkapnya

Alexander menduga sprint baru Edi Hiarije tidak dipublikasikan karena beban kerja penyidik ​​KPK. Baca selengkapnya

Klarifikasi Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardika kepada Kusnadi terkait penyitaan sejumlah barang milik tim Hasto yang diambil secara tidak sengaja. Baca selengkapnya

Alexander menegaskan, KPK merupakan lembaga negara yang berada di lingkungan eksekutif, bukan di bawah Presiden Jokowi. Baca selengkapnya

Bintang Perbowo, mantan Direktur Utama BUMN Hutama Karya, ditetapkan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi. Apakah ini profil dan situasi yang dia alami? Baca selengkapnya

Alexander Marvata mengatakan presiden tidak bisa memberhentikan pimpinan KPK. Baca selengkapnya

Kodam Jaya dilibatkan Pomdam Jaya dalam penyelidikan bersama Polda Metro Jaya terkait ditemukannya kendaraan dinas TNI di lokasi penyimpanan uang palsu Rp 22 miliar. Baca selengkapnya

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dan Komisi Pencegahan Korupsi (KPK) memberikan informasi cara melaporkan penipuan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.

Tugas komisi antirasuah tentu tidak hanya melakukan pencegahan tapi juga penindakan seperti operasi tangkap tangan atau OTT Baca Selengkapnya

Presiden Joko Widodo membentuk tim panitia KPK yang beranggotakan 9 orang. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *