TEMPO.CO, Jakarta – Hari ini, Senin, di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senayan, Jakarta, organisasi pers, asosiasi pers mahasiswa, dan organisasi prodemokrasi berdemonstrasi menolak perubahan Undang-Undang Penyiaran atau UU Penyiaran. , , 27 Mei 2024. Mereka menolak pasal-pasal bermasalah dalam amandemen UU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR.
Dalam keterangan tertulisnya, beberapa organisasi pers menilai perubahan pasal undang-undang penyiaran akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama sistem demokrasi.
Organisasi yang menandatangani pernyataan ini adalah Federasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jabodetabek, Jurnalis Foto Indonesia (PFI) dan lain-lain. Perusahaan lain dan LBH.
Pada Senin, 27 Mei 2024, disebutkan, “Undang-undang yang diubah ini memuat sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk membatasi dan mencegah kegiatan jurnalistik.”
Menurut dia, banyak pasal yang memuat ancaman pidana terhadap jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. “Ini bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama,” tulisnya.
Tak hanya jurnalis, beberapa pasal dalam UU Penyiaran yang diamandemen berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan mendiskriminasi kelompok marginal. “Pembatasan ini akan memperburuk kondisi industri media dan memperburuk kondisi kerja para insan media dan pekerja kreatif di sektor digital.”
Berikut poin-poin klaim dan penolakannya:
1. Ancaman terhadap kebebasan pers
Pasal-pasal bermasalah dalam amandemen tersebut memberikan kewenangan yang berlebihan kepada Badan Penyiaran Indonesia untuk mengatur isi media, sehingga berujung pada Pasal 8A huruf Q, Pasal 50B huruf C, serta sensor dan pembungkaman kritik pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan. Pasal 42 ayat 2.
2. Kebebasan berekspresi terancam
Aturan yang mengatur sensor konten tidak hanya membatasi ruang media, namun juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara dengan membuat terlalu banyak artikel yang dapat membatasi kebebasan berekspresi.
3. Kriminalisasi jurnalis
Ancaman pidana terhadap jurnalis yang memberitakan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalistik.
4. Kebebasan media berada dalam bahaya
Sebagaimana tertuang dalam rancangan Pasal 51E, perubahan ini dapat digunakan untuk memberikan tekanan kepada media agar berpihak pada pihak tertentu yang merugikan independensi media dan pemberitaan yang berimbang.
5. Ancaman terhadap kesempatan kerja bagi pekerja kreatif
Bermunculan artikel-artikel bermasalah yang membatasi kebebasan berekspresi, berpotensi menghilangkan lapangan kerja bagi para pekerja kreatif seperti grup konten YouTube, podcaster, penggiat media sosial, dan lain-lain.
Dalam beberapa kesempatan, organisasi pers meminta DPR segera mengakhiri pembahasan perubahan UU Penyiaran yang memuat pasal-pasal bermasalah tersebut.
DPR juga harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan terkait kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Selain itu, organisasi pers juga meminta DPR memastikan setiap peraturan perundang-undangan sejalan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
Jurnalis di Kota Semarang menolak amandemen UU Penyiaran yang dinilai akan membatasi kebebasan pers. Dia meminta pemerintah mencabut RUU Penyiaran. Baca selengkapnya
Koalisi menilai RUU Penyiaran memuat pasal-pasal bermasalah yang membahayakan jurnalisme. Baca selengkapnya
Jika DPR Paleg menunda persetujuan perubahan UU Penyiaran, apa jadinya perubahan UU Penyiaran ke depan? Baca selengkapnya
Itu sebabnya DPR menunda amandemen UU Penyiaran. Baca selengkapnya
Ketua Palai Media Center mengatakan amandemen UU Penyiaran dapat merampas kebebasan pers. Baca selengkapnya
RUU Penyiaran terus menerus mendapat kritik. Akademisi dan tenaga pers menyoroti pasal-pasal kontroversial dalam perdebatan RUU Penyiaran di UNUD. Baca selengkapnya
Ada tiga aspek tuntutan yang diajukan oleh organisasi pers saat ini. Salah satunya menyerukan amandemen UU Penyiaran untuk menghapus seluruh pasal bermasalah. Baca selengkapnya
Farhan menemui sejumlah jurnalis dan organisasi pers yang melakukan protes terhadap amandemen UU Penyiaran di depan Gedung DPR RI di Jakarta.
Isi tuntutan organisasi pers terkait perubahan UU Penyiaran. Baca selengkapnya
Jurnalis dan organisasi prodemokrasi menolak pasal-pasal bermasalah dalam amandemen UU Penyiaran yang kini tengah menjadi perdebatan di DPR. Baca selengkapnya