TEMPO.CO , Jakarta – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyampaikan kuliah umum tentang pendidikan khusus bagi profesi advokat tentang dasar hukum pembentukan Mahkamah Konstitusi, kewenangan dan tanggung jawabnya.
Ia juga membahas proses di Mahkamah Konstitusi, dengan penekanan khusus pada uji materiil (PUU). Suhartoyo menjelaskan, setiap warga negara Indonesia dapat mengajukan PUU yang dinilai tidak sejalan dengan perkembangan hak konstitusional warga negara. Namun, orang asing tidak bisa menguji standar yang diatur dalam konstitusi Indonesia.
“Direktur boleh menunjuk rekanan yang bukan pengacara. “Mahkamah Konstitusi melakukan hal ini untuk memudahkan mereka yang merasa dirugikan untuk mencari keadilan hak konstitusionalnya agar tidak terkendala biaya,” kata Suhartiw dalam keterangan resminya.
Suhartoyo kemudian menjelaskan sistem permohonan PUU sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021. Sistem ini meliputi identitas pemohon, uraian dasar permohonan, alasan pengajuan permohonan peninjauan kembali. (posita) dan permohonan yang diajukan (petitum).
Suhartoyo juga menjelaskan proses persidangan PUU, mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan hingga pembuktian lebih lanjut dengan DPR dan pemerintah. DPR dan pemerintah hadir bukan sebagai tergugat, melainkan untuk memberikan informasi terkait kajian akademis dan menjawab pertanyaan pemohon.
Selain itu, Suhartoyo memasukkan kewenangan MQM untuk menyelesaikan perselisihan kewenangan lembaga negara ke dalam konstitusi. Ia membahas beberapa kasus dari negara lain yang pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi, serta kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara terkait pemilu presiden/wakil presiden, pemilu legislatif, dan pemilu kepala daerah.
Ia kemudian menguraikan secara rinci perbedaan situasi hukum masing-masing pihak yang dapat mengajukan permohonan dan permasalahan terkait jalannya sidang di Mahkamah Konstitusi dan putusannya.
Merujuk pada manfaat putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menghadirkan penafsiran baru terhadap suatu ketentuan, Suhartoyo mencontohkan kasus Mahkamah Konstitusi yang menafsirkan ketentuan hukum yang berkaitan dengan hak konstitusional warga negara.
Menurut dia, Mahkamah Konstitusi memberi makna bersyarat pada asas yang diciptakan pembentuk undang-undang yang menurut kebijaksanaannya memberikan kemanfaatan kepada warga negara yang menuntut keadilan.
“Jika Mahkamah Konstitusi tidak memberikan penafsiran, tetapi hanya berpendapat bertentangan dengan Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi tidak akan memberikan kontribusi apapun dalam memenuhi kebutuhan warga negara,” kata Suharteu.
Pilihan Redaksi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengidentifikasi 3 persoalan di perguruan tinggi
Mahkamah Konstitusi menilai permohonan Partai Rakyat tergolong permohonan ambigu. Baca selengkapnya
PPP menyerahkan puluhan resolusi legislatif kepada MQM. Ini akibat kegagalan Partai Ka’bah terhadap Sinyan. Baca selengkapnya
Hakim konstitusi menilai Partai Demokrat tidak membedakan secara jelas suara dengan Partai Hanor. Baca selengkapnya
Mahkamah Konstitusi menolak beberapa usulan legislatif kontroversial dari Partai Rakyat. Partai bertanda Ka’bah terancam tak lolos ambang batas parlemen. Baca selengkapnya
Partai Rakyat berharap majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyetujui permohonan partainya di provinsi lain. Baca selengkapnya
Sidang pelepasan akan dimulai pukul 08.00 di Gedung MK 1 Jakarta Pusat. Baca selengkapnya
Partai Rakyat menggugat Partai Garda karena salah menghitung suara di beberapa daerah pemilihan. DPR gagal memenuhi batasan parlemen. Baca selengkapnya
Partai Rakyat mengajukan gugatan terkait transfer 5.000. 611 suara dari Sumbar mendukung Partai Garuda. KPU menilai gugatan tersebut kabur dan tidak jelas. Baca selengkapnya
Majelis hakim konstitusi menilai permohonan PPP tidak jelas. Baca selengkapnya
Pengujian undang-undang konstitusional dianggap sebagai legitimasi sewenang-wenang, yaitu penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan pemerintah. Baca selengkapnya