Kerajaan Sumedang Larang Cikal Bakal Kabupaten Sumedang, Bagaimana Sejarahnya?

TEMPO.CO, Jakarta – Kabupaten Sumedang yang terletak di Provinsi Jawa Barat punya daya tarik tersendiri. Terletak di kecamatan Sumedang Utara, Sumedang, di bagian utara negara, 45 km timur laut Bandung, ibu kota negara. Ngomong-ngomong soal Sumedang pasti mengingatkan kamu dengan tahu legendarisnya kan? Kabupaten ini memiliki 26 kecamatan, 7 kecamatan dan 270 barangay, semuanya memiliki cerita tersendiri. Salah satu hal yang tidak bisa dilupakan dari Kabupaten Sumedang adalah Kerajaan Sumedang Larang yang merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Sumedang saat ini. Jejak sejarahnya yang unik akan membuat Anda takjub, dengan segala kejayaan dan perubahan yang dialami Sejarah Kabupaten Sumedang.

Sumedang, salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, menyimpan kisah berharga dari masa lalunya yang luar biasa. Semula kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Sumedang Larang di bawah pemerintahan Raja Galuh. Menurut buku Waruga Jagat 1117, Haf Sang Aji Putih atau dikenal dengan Tajimalela seperti dikutip dalam artikel jurnal berjudul “Sejarah Penyebaran Islam di Sumedang Melalui Kebudayaan”, putra Prabu Guru Haji Aji Putih mendirikan Kerajaan Mandala Hibar Halo. di Tembong Agung yang kemudian menjadi Kepala Ban Sumedang dengan ibu kota di desa Muhara, desa Leuwihideung, Darmaraja. Kerajaan Sumedang Larang merupakan pecahan dari Kerajaan Sunda Galuh yang didirikan oleh Wretikandayun pada tahun 612 Masehi.

Perjalanan Kerajaan Sumedang diawali dengan Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih sekitar tahun 1500 atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Istana Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Setelah pemerintahan Prabu Guru Aji Putih, tahta kerajaan diserahkan kepada putra sulungnya, Barata Tuntang Buanan atau lebih dikenal dengan Tajimalela. Pada masa Tajimalela, nama “Sumedang” muncul dari rangkaian kata ingsung medali, ingsung madangan yang berarti “Aku lahir, Aku pemberi cahaya”.

Perjalanan kepemimpinan kemudian berlanjut di tangan putra Tajimalela, Lembu Agung, dan kemudian ke Gajah Agung. Wilayah Sumedang Larang kemudian dibagi di antara putra Pangeran Santri, bupati Islam pertama Sumedang yang menikah dengan Ratu Pucuk Umun. Putra sulungnya, Raden Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun, menjadi raja keenam Sumedang Larang, dan setelah kematiannya, tahta kerajaan diserahkan kepada putrinya, Ratu Sintawati atau Nyi Mas Patuakan.

Nyi Mas Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun, putri sulung Ratu Sintawati, menjadi Raja Sumedang Larang setelah menikah dengan Pangeran Koesoemadinata I atau Pangeran Santri. Dari pernikahan ini lahir enam orang putra, termasuk Raden Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun yang menjadi raja Sumedang Larang berikutnya.

Pada masa pemerintahan Raja Geusan Ulun, Sumedang Larang mengalami perubahan besar. Pada tanggal 18 November 1580, Prabu Geusan Ulun mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Sumedang Larang dan menyerahkan mahkota kepada Binokasih, menandai kedaulatan baru. Namun pada tahun 1607, kerajaan tersebut terbagi menjadi dua wilayah yang masing-masing diberikan kepada kedua putranya.

Pada tahun 1620, Pangeran Kusumadinata, penguasa Sumedang Larang, memutuskan untuk menyatakan penyerahan diri kepada Kesultanan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung. Sejak saat itu, daerah Sumedang Larang menjadi Kabupaten Priangan di bawah kekuasaan Mataram, dan Pangeran Kusumadinata diberi gelar Pangeran Rangga Gempol I sebagai bupati Wedana di seluruh Pasundan. Oleh karena itu, Kerajaan Sumedang Larang tidak lagi berdaulat melainkan menjadi bagian dari wilayah Mataram Islam.

Berdasarkan catatan sejarah yang disebutkan dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, sebelum Indonesia merdeka, wilayah Sumedang mengalami berbagai masa penting. Meliputi masa prasejarah, masa Sumedang dahulu kala, masa pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang (1580 – 1620), masa pengaruh Mataram (1620 – 1677), masa kekuasaan kompeni Belanda (1677 – 1799). ), masa Pemerintahan Hindia Belanda (1808 – 1942) dan masa pendudukan Jepang (1942 – 1945). Melalui perjalanan sejarah singkat melalui berbagai tahapan DPRD Daerah Sumedang Tingkat II, dalam Surat Keputusan nomor 1/Kprs/DPRD/Smd/1973, tanggal 8 Oktober 1973, ditetapkan tanggal 22 April 1578 sebagai hari jadi Sumedang.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan | SUMEDANKAB.GO.ID | UINSGD.AC.IDE Pilihan Redaksi: Puting Beliung Kuat, Kisah Pj Gubernur Jabar yang Melihat Atap Rumah Apung

Gempa dirasakan di wilayah utara dan selatan Sumedang dengan skala intensitas gempa III – IV MMI. Baca selengkapnya

Penjabat Gubernur (Pj) Jabar Bey Triadi Machmudin mengatakan, kopi Sumedang mendunia karena hal tersebut. Ada apa? Baca selengkapnya

Cut Nyak Dhien sangat dihormati oleh masyarakat Sumedang dan dijuluki mama perbu atau ibu suci. Ia dimakamkan di tempat kehormatan para bangsawan Sumedang. Baca selengkapnya

Bertahun-tahun berlalu sebelum pemerintah menyatakan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional. Baca selengkapnya

Berbicara mengenai kuliner Sumedang, ternyata tidak hanya memiliki keunikan tahu umedang saja, namun kuliner tradisionalnya juga beragam. Baca selengkapnya

Kabupaten Sumedang menawarkan berbagai kebutuhan wisatawan terutama dengan keunggulan pemandangan alamnya yang indah. Baca selengkapnya

Peneliti BRIN merekomendasikan optimalisasi Waduk Jatigede untuk mengatasi rendahnya akses air bersih di wilayah Cirebon Raya. Baca selengkapnya

Pegadaian menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak angin topan yang melanda Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung, Sumedang pada Selasa 27 Februari 2024. Baca selengkapnya

Apakah Anda khawatir rumah Anda akan dilanda cuaca buruk, angin kencang? Menarik mendengar nasihat BNPB

Kerusakan rumah akibat angin puting beliung di Kabupaten Bandung lebih tinggi dibandingkan Sumedang. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *