Menolak Lupa Tragedi Trisakti 1998, Mereka Tewas Ditembak di Dalam Kampus

TEMPO.CO, Jakarta – Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998 dianggap sebagai salah satu momen paling tragis dalam sejarah Indonesia. Pada hari itu, mahasiswa berdemonstrasi secara damai menuntut Presiden Soeharto mundur sehingga memicu kejadian yang menggemparkan negara.

Peristiwa yang dikenal dengan Tragedi Trisakti ini mengakibatkan empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang luka-luka. Peristiwa tersebut merupakan puncak dari meningkatnya ketegangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada awal tahun 1998.

Demonstrasi damai

Krisis ekonomi yang mencapai puncaknya pada awal tahun 1998 menyebabkan ketidakstabilan ekonomi yang meluas di seluruh negeri. Mahasiswa, serta masyarakat dari berbagai kalangan, merasa perlu mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap pemerintahan Soeharto.

Mengutip situs Humas Trisakti, dijelaskan kronologis peristiwa reformasi. Pada tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Universitas Trisakti ikut serta dalam demonstrasi damai menentang Gedung Nusantara sebagai bagian dari serangkaian protes di seluruh negeri.

Namun dalam perjalanan menuju Gedung Nusantara, para mahasiswa tersebut dihadang oleh aparat keamanan, termasuk anggota Polri dan TNI.

Meskipun beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan aparat keamanan, situasi meningkat ketika pihak berwenang mulai menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah mereka.

Pembantaian Trishakti

Akibat tekanan aparat keamanan, mahasiswa terpaksa mundur ke kampus Universitas Trishakti. Namun situasi semakin buruk karena aparat keamanan terus melakukan tembakan, bahkan hingga ke dalam kampus.

Empat pelajar yang kehilangan nyawa dalam peristiwa tragis tersebut adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka ditembak di kampus, ditembak di bagian vital seperti kepala, leher, dan dada.

Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998 tidak hanya bisa dikatakan sebagai peristiwa berdarah, namun juga menjadi pemicu perubahan signifikan dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini harus memperkuat tekad rakyat untuk menuntut reformasi dan memberikan dorongan penting untuk menggulingkan rezim otoriter yang telah berkuasa selama puluhan tahun.

Selain itu, tragedi Trishakti juga menjadi pengingat akan pentingnya penegakan demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan berekspresi dalam pembangunan bangsa. Melalui acara ini, masyarakat diingatkan akan harga yang harus dibayar dalam memperjuangkan keadilan dan kebebasan sejati.

Kejadian ini tidak boleh dilupakan dan juga dapat dijadikan bahan renungan agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Tragedi Trisakti mengingatkan kita bahwa kekuatan bangsa Indonesia sesungguhnya terletak pada persatuan, keadilan dan semangat perubahan untuk masa depan yang lebih baik. Sejauh ini, tuntutan telah diajukan atas insiden tersebut, termasuk pada sebuah acara di depan kastil pada hari Kamis, yang menyerukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang serius di negara tersebut.

Putri Saphira Pitaloka |

Pilihan Redaksi: Kronologi Tragedi Kerusuhan 12-15 Mei 1998: 4 Mahasiswa Trisakti Meninggal

Kisah HM Lukminto mendirikan perusahaan tekstil Sritex memang menarik. Bagaimana beliau mendirikan industri tekstil yang dimulai dari Pasar Klewer di Thoreau. Baca selengkapnya

Juru bicara Partai Maju Gerakan (MFP) mengomentari keadaan demokrasi di Thailand. Ia yakin sisa-sisa rezim militer masih ada di negara tersebut. Baca selengkapnya

Para pekerja menyerukan kepada pemerintah untuk segera menghapuskan ketentuan tabungan perumahan rakyat, atau Tapera. Himbauan tersebut diungkapkan staf di halaman kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis sore, 27 Juni 2024. Baca selengkapnya

Film Young (Never) Is Missing mengikuti perjalanan hidup Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah yang menghilang sejak reformasi tahun 1998. Baca selengkapnya

Universitas Trisakti menawarkan beberapa jalur ujian masuk (USM) termasuk B.M.Ed Read More

BJ Habibie dikenang sebagai salah satu tokoh demokrasi Indonesia karena visinya terhadap teknologi dan kontribusinya terhadap dunia politik. Baca selengkapnya

Pada akhir tahun 1996, Tanri Abeng mendapat julukan “Manajer Rp 1 Miliar” karena memperoleh dana tersebut saat mengelola perusahaan milik Aburizal Bakrie. Baca selengkapnya

Tanri Abeng menjabat sebagai Perdana Menteri dan menggunakan BUMN pada Kabinet Pembangunan ketujuh dan Kabinet Reformasi Pembangunan. Baca selengkapnya

Beberapa akademisi dan dokter di Korea Selatan memprotes kebijakan baru pemerintah mengenai penerimaan dokter. Baca selengkapnya

Tepat 30 tahun lalu, tepatnya 21 Juni 1994, majalah Tempo dibredel oleh pemerintah Orde Baru, begitu pula tabloid Detik dan majalah Editorial. Melihat kembali perlawanan Tempo di pengadilan Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *