Merawat Tradisi Halabihalal Melayu di Pulau Rempang, dari Berarak hingga Lempar Pulut Kuning

TEMPO.CO, Batam – Hujan deras mengguyur Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu pagi, 8 Mei 2024. Pada hari ini, ratusan warga Rempang dijadwalkan menggelar acara halalbihalal. Hal ini rutin dilakukan setelah Idul Fitri.

Acara yang semula dijadwalkan pada pukul 08.30 WIB, namun karena hujan, acara diundur menjadi pukul 09.30 WIB. Tak hanya warga Rempang, undangan pun tersebar hingga ke Pulau Galang.

Warga satu persatu berdatangan ke lokasi acara yang berlokasi di Kelurahan Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam. Desa ini merupakan salah satu kawasan prioritas pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) bernama Rempang Eco-city.

Sebagian warga dari luar Pasir Panjang harus menggunakan transportasi laut. Penyebabnya, jalan menuju Kampung Pasir Panjang rusak sehingga kendaraan roda empat tidak bisa melewatinya.

“Kalau tidak hujan bisa dua kali lebih deras,” kata Miswadi, salah satu warga yang datang ke acara tersebut. Pantauan Tempo, ada sekitar seratus warga lebih pada hari itu. Ada di antara mereka yang mengenakan pakaian khas Melayu dan ada pula yang mengenakan tanjak.

Kampung Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam, Rabu, 8 Mei 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra Tradisi Melayu

Acara Halalbihalal diawali dengan tradisi jalan kaki. Tak jauh dari lokasi kejadian, aksi unjuk rasa pun dimulai. Di tangga kedua tokoh Melayu Rempang itu, beberapa perempuan ikut serta dalam pesta. Merekalah yang ditangkap pada 11 Oktober 2024 dalam operasi pertahanan Rempang.

Setibanya di lokasi acara, para tamu disambut dengan atraksi pencak silat. “Atraksi pencak silat ini merupakan tradisi kami menyambut tamu terhormat,” kata ketua tim Rempang Ishaq atau Shaka begitu disapa.

Sebelum pembukaan, tradisi dilanjutkan dengan pembagian karangan bunga kepada para tamu undangan. Seluruh tamu undangan menikmati bunga rampai yang disuguhkan oleh dua orang pemuda warga sekitar Rempang. “Kalau pot bunganya cukup, bisa digunakan untuk semua tamu,” ujarnya.

Sebaliknya, warga lainnya melemparkan madu kuning ke arah tamu undangan yang duduk di bawah tenda sementara. “Namanya menaburkan sarigu madu, tradisi Melayu di sini untuk mengusir roh jahat,” kata Shaka.

Setelah itu acara dilanjutkan dengan sambutan para tamu undangan. Kemudian mendengarkan khotbah keagamaan dan memberikan suara menentang penggusuran

Gelaran Halalbihalal tahun 2024 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Acara ini tidak hanya menjadi ajang berkumpul, namun juga menjadi cara masyarakat Rempang untuk menyatakan bahwa mereka tidak akan terlantar atau direlokasi karena PSN Rempang Eco-City.

Di lokasi tenda acara Halalbihalal, dipasang spanduk yang menyatakan menolak pindah. Salah satunya berbunyi, “Kami warga asli dan warga Rempang Galang menolak penggusuran.”

Tak hanya memasang spanduk, mereka juga menyatakan penolakannya terhadap penggusuran usai kejadian. “Kami masyarakat Rempang Galang menolak penggusuran, kami menolak investasi jelek, kami menolak penggusuran,” kata mereka yang diiringi yel-yel anti penggusuran.

Shaka, salah satu warga Rempang mengatakan, masyarakat hanya ingin desanya tidak diganggu untuk kepentingan investasi. Situasi saat ini warga terus didorong untuk pindah, warga terus menolak, ujarnya.

YOGI EKA SAHPUTRA

Pilihan Redaksi: 9 Rekomendasi Tempat Wisata di Batam untuk Dinikmati

Proses pembangunan Terminal 2 Bandara Internasional Hang Nadim Batam resmi dimulai. Pembangunannya direncanakan selesai pada tahun 2027. Baca selengkapnya

Terminal 2 Bandara Hang Nadim Batam resmi dibuka pada Kamis 30 Mei 2024. Baca selengkapnya

Warga terdampak proyek Rempang Eco City akan diberikan tunjangan sewa rumah sebesar Rp1,2 juta per keluarga per bulan di hunian sementara. Baca selengkapnya

Aktivis hak asasi manusia Chrysanctus Paschalis Satunus mengatakan polisi seharusnya tidak kesulitan menangkap mafia penyelundup pekerja migran ke Malaysia. Baca selengkapnya

Menurut Nukila, secara umum penderitaan masyarakat Laut di Botham diabaikan. Baca selengkapnya

Ombudsman RI meminta pemerintah menilai status Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco-City Rempang karena ditolak sebagian besar warga. Baca selengkapnya

Para pekerja migran tersebut mengaku belum mengetahui harga kapal yang menyelundupkan mereka dari Malaysia ke Batam. Baca selengkapnya

Menurut Paschaslis, kegagalan kebijakan dalam melindungi pekerja migran menjadi ladang keuntungan bagi mafia. Baca selengkapnya

Pekerja migran membayar tekong sebesar Rp 10 juta atau lebih. Pada kelompok ini saja, terdapat 16 PMI yang didatangkan secara ilegal dari Malaysia. Baca selengkapnya

Ada laporan bahwa Tekong dan agen manajemen sengaja meninggalkan pekerja migran yang belum diproses di Tanjung Acang, Batam untuk menghindari petugas. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *