Pelaku Kekerasan Anak Biasanya Punya Gangguan Mental

TEMPO.CO, Jakarta – Pelaku kekerasan terhadap anak biasanya memiliki masalah kesehatan mental. Demikian pendapat Indriya Laxmi Gamayanti, psikolog klinis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadja Mada.

“Secara psikologis, pelaku kekerasan cenderung memiliki masalah kesehatan mental,” kata Indriya dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis. 4 April

Ia mengatakan, sebagian besar pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang tua, guru, wali, bahkan teman sebaya. Siapapun bisa melakukan kekerasan terhadap anak, sayangnya menurut penelitian sebagian besar dilakukan oleh orang dewasa terdekat yang seharusnya bisa melindungi anak, ujarnya.

Menurut Indria, faktor yang menyebabkan pelaku intimidasi melakukan kekerasan beragam, mulai dari persiapan mental, kondisi ekonomi, hingga pengalaman kekerasan serupa di masa kecil. Dia menyebutkan tiga jenis kekerasan terhadap anak: fisik, emosional dan seksual.

Ketika anak-anak menjadi korban kekerasan fisik atau seksual, kekerasan emosional atau psikologis pasti terjadi. Namun yang paling sering terjadi dan tidak disadari secara luas adalah kekerasan emosional berupa kemarahan, kebencian, hinaan dan pelecehan verbal lainnya.

“Sangat disayangkan pelaku kekerasan justru datang dari orang-orang terdekat anak, terutama pola asuh orang tua,” ujarnya.

Trauma Masa Kecil Orang dewasa yang melakukan pelecehan terhadap anak biasanya belum matang secara emosional atau pernah mengalami pelecehan seperti itu ketika masih anak-anak. Ketika seseorang mengalami pelecehan saat masih anak-anak, ada kemungkinan mereka akan terus mengalami pelecehan yang lebih serius saat dewasa.

“Bayangan masa lalu atau trauma masa kecil pada orang tua membuat mereka lebih mungkin melakukan tindakan serupa atau kekerasan terhadap anaknya,” jelasnya.

Orang dewasa di lingkungan tempat tinggal anak harus bisa melindungi dirinya dari tindakan kekerasan. Penting sekali untuk menjalin komunikasi yang baik pada anak, tidak hanya dengan anggota keluarga, namun juga dengan orang-orang disekitarnya.

“Masa kanak-kanak anak merupakan masa krusial dalam pembentukan karakter, oleh karena itu diperlukan pengawasan dan pengasuhan yang baik agar terhindar dari bentuk-bentuk penelantaran yang berujung pada kekerasan,” tegasnya.

Pilihan Editor: Ciri-ciri fisik dan psikis anak yang di-bully menurut dr Reisa

Game online yang mengandung konten kekerasan dapat merugikan moral anak bangsa di kemudian hari dan sebaiknya dilarang. Baca selengkapnya

Children’s Crisis Center Surabaya menyayangkan terjadinya kekerasan yang dilakukan pria tak dikenal terhadap putri komedian Isa Bajaj di Magetan. Baca selengkapnya

Trauma sisa dapat merusak hubungan dan memengaruhi kemampuan seseorang untuk membuat keputusan hidup secara emosional. Baca selengkapnya

Menurut Nikita Mirzani, selama ini ia bungkam karena takut dikutuk dan tidak ada yang percaya. Baca selengkapnya

Komnas HAM meminta aparat penegak hukum menyelidiki kekerasan di Papua secara transparan

Kaka Seto mengatakan, game yang mengandung kekerasan dan konten negatif harus disingkirkan karena berdampak negatif pada anak. Baca selengkapnya

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan petunjuk dan pedoman teknis untuk membantu mencegah kekerasan di sekolah. Baca selengkapnya

Sesampainya di sana, anggota TNI Angkatan Laut menanyai Sukandi tentang berita yang dimuatnya. Baca selengkapnya

Psikolog mengatakan bahwa kebingungan sering kali menjadi salah satu ciri khas korban yang pada akhirnya membawa mereka ke dalam siklus kekerasan dalam rumah tangga. Baca selengkapnya

Keluhan Achmad Mukhlis tentang beban kerja tidak pernah diperhitungkan selama bekerja berkedok magang mahasiswa di Jerman. Baca semuanya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *