TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyikapi kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025. Berdasarkan draf awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, pemerintah rasio utang/PDB akan meningkat menjadi sekitar 40%.
Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Prinsip Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, stok utang dalam target fiskal 2025 ditetapkan sebesar 39,77-40,14%. Angka tersebut meningkat sebesar 38,26% dibandingkan perkiraan tahun 2024 dan hampir setara dengan periode pandemi Covid-19 pada tahun 2021 sebesar 40,73%.
“Kemudian kita ikuti saja prosesnya, siklus prosesnya sudah jelas, ada penyusunan APBN, ada penyusunan KEM-PPKF, lalu ada RKP, lalu di DPR. Jadi kita ikuti saja prosesnya” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2024.
Rasio stok utang terhadap PDB merupakan bagian dari variabel rasio utang terhadap PDB. Berdasarkan dokumen RKP, utang pemerintah akan tetap dijaga di bawah batas maksimal utang sebesar 60% PDB.
Akibat perluasan target stok utang, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam RKP 2025 ditetapkan meningkat menjadi 2,45%-2,8% PDB dengan proyeksi realisasi defisit APBN tahun 2024 sebesar 2,29. %.
Defisit APBN ini jauh lebih besar dibandingkan defisit tahun lalu yang sebesar 1,66% PDB. Namun angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan defisit pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020 sebesar 6,14%.
Dalam pernyataan RKP 2025, memperbesar defisit berarti mendorong produktivitas dengan menyediakan ruang fiskal yang cukup besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui keputusan ini, upaya perluasan sumber dan pengembangan inovasi keuangan diarahkan pada penyediaan pembiayaan yang prudent dan kredibel untuk mendukung kebutuhan pembangunan, baik melalui pembiayaan utang maupun non utang.
Karena itu Febrio meminta masyarakat mengikuti proses yang ada di RKP. Dengan begitu, kebijakan-kebijakan yang dirumuskan akan menjadi landasan bagi pemerintahan berikutnya, yakni Prabowo-Gibran.
Pilihan Editor: Kementerian Keuangan memperkirakan dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan
Partai Demokrat telah memperingatkan bahwa tidak ada partai yang berkuasa yang akan merasa seperti oposisi. untuk mengetahui lebih lanjut
Gerindra mengatakan Gelora tidak menolak bergabungnya PKS ke pemerintahan Prabowo. untuk mengetahui lebih lanjut
PDIP menilai oposisi diperlukan dalam sistem pemerintahan. untuk mengetahui lebih lanjut
Politisi senior PDIP, Andreas Hugo Pareira, menanggapi keinginan Prabowo Subianto membentuk klub presidensial. untuk mengetahui lebih lanjut
Padahal, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong pertemuan antara Prabowo dan Megawati. untuk mengetahui lebih lanjut
Pengamat politik Adi Prayitno memperkirakan pembentukan klub presidensial memiliki dua tujuan. untuk mengetahui lebih lanjut
Setahun lalu, Partai Demokrat menyoroti mimpi SBY yang serupa dengan keinginan Prabowo membentuk klub presidensial. untuk mengetahui lebih lanjut
Zulhas menilai dukungan NasDem dan PKB terhadap Prabowo merupakan hal yang wajar. Ia mengimbau masyarakat tidak bosan. untuk mengetahui lebih lanjut
Politisi Demokrat menganggap gagasan pembentukan Presidential Club yang diusung oleh Prabowo Subianto adalah politik tingkat tinggi. untuk mengetahui lebih lanjut
Ni’matul Huda menilai pernyataan Hakim Konstitusi Arsul Sani yang menyebutkan adanya politisasi bansos tidak dapat dibuktikan tidak dapat diterima. untuk mengetahui lebih lanjut