Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca-Pandemi COVID-19

TEMPO.CO , Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sekitar 500 ahli dari berbagai bidang ilmu untuk pertama kalinya menyepakati definisi jelas apa yang dimaksud dengan penyakit yang ditularkan melalui udara alias penyebaran epidemi. Langkah tersebut diambil untuk menghindari kisruh yang terjadi di awal pandemi Covid-19 yang berujung pada jatuhnya korban jiwa secara besar-besaran.

Dokumen teknis yang dikeluarkan badan kesehatan PBB tersebut merupakan langkah awal dalam upaya menemukan cara yang lebih baik untuk mencegah penularan penyakit yang ditularkan melalui udara, baik untuk penyakit yang sudah ada seperti campak maupun untuk mempersiapkan ancaman pandemi di masa depan.

Definisi yang disepakati tersebut menyimpulkan bahwa istilah “penularan melalui udara” dapat digunakan untuk penyakit menular yang penularan utamanya melibatkan patogen yang ditularkan melalui udara atau airborne. Hal ini konsisten dengan terminologi lain seperti penyakit yang ditularkan melalui air, yang dipahami oleh semua disiplin ilmu dan masyarakat umum.

Kontribusi hampir 500 ahli, termasuk fisikawan, pakar kesehatan masyarakat, dan insinyur, menandai kolaborasi interdisipliner yang signifikan dalam menciptakan definisi tersebut. Terdapat perbedaan pendapat di masa lalu mengenai masalah ini, dimana beberapa lembaga kesehatan memerlukan bukti yang sangat kuat sebelum menyatakan bahwa penyakit ini ditularkan melalui udara. Definisi baru ini menekankan bahwa selain bukti, risiko infeksi dan tingkat keparahan penyakit juga harus dipertimbangkan.

Ketidaksepakatan sebelumnya sering kali berkaitan dengan perbedaan antara partikel “tetesan” dan “aerosol” berdasarkan ukurannya. Namun definisi baru ini tidak mempertimbangkan perbedaan ini.

Pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020, sekitar 200 ilmuwan aerosol secara terbuka mengkritik WHO karena gagal memperingatkan masyarakat tentang risiko penularan virus melalui udara. Mereka mengatakan terlalu banyak fokus pada tindakan seperti mencuci tangan, sementara pentingnya ventilasi terabaikan.

Meskipun pada bulan Juli 2020, WHO mengakui bahwa ada “bukti yang muncul” mengenai penularan melalui udara, kepala ilmuwan WHO saat itu, Soumya Swaminathan, mengakui bahwa langkah yang diambil seharusnya lebih ketat sejak awal.

Pengganti Swaminathan, Jeremy Farrar, menekankan bahwa definisi baru ini penting tidak hanya untuk Covid-19 tetapi juga untuk persiapan menghadapi pandemi di masa depan. Ia mengatakan kesepakatan para ahli dari berbagai departemen akan memungkinkan diskusi lebih mendalam mengenai isu-isu seperti ventilasi di berbagai lingkungan, termasuk rumah sakit dan sekolah.

Farrar menganalogikannya dengan meningkatnya kesadaran bahwa virus yang ditularkan melalui darah seperti HIV atau hepatitis B dapat disebarkan oleh pekerja medis melalui orang yang tidak memakai sarung tangan. Ia menekankan bahwa pemahaman terhadap terminologi dan permasalahan yang ada seringkali membawa perubahan dalam praktik kesehatan.

Pilihan Editor Reuters: WHO mengatakan wabah penyakit di Gaza bisa lebih mematikan daripada bom

Kementerian Kesehatan menyatakan pemerintah mewaspadai penyebaran COVID-19 strain KP.1 dan KP.2 yang saat ini beredar di Singapura. Baca terus

Singapura mengalami peningkatan kasus Covid-19, kasus infeksi yang disebabkan oleh strain KP.1 dan KP.2, bagian dari keluarga FLiRT, yang juga menyebar di Amerika Serikat. Baca terus

AS dan beberapa sekutunya menyerukan agar Taiwan diizinkan berpartisipasi dalam pertemuan penting WHO bulan ini

Artikel di jurnal kesehatan internasional Nature ini membahas negosiasi Perjanjian Epidemi yang sulit dan berlarut-larut. Baca selengkapnya 5 perkembangan kesepakatan ini

Larangan tersebut bermula dari Perjanjian Epidemi WHO dan tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang juga mengenakan denda sebesar Rp500 juta.

Pemerintah Malaysia berupaya memulangkan enam anggota tim medisnya yang berbasis di Rafah, Gaza paling lambat 1 Mei 2024. Baca selengkapnya

Sandiaga UNO menegaskan, warga Singapura tidak dilarang bepergian ke tanah air meski jumlah kasus Covid-19 di negara tetangga meningkat.

Ketika fase epidemi usai, bukan berarti masyarakat terbebas dari infeksi Covid-19. Baca terus

Ahli epidemiologi Dickie Budiman mengatakan kekacauan kemungkinan besar akan terjadi seiring dengan meningkatnya kasus infeksi Covid-19. Baca terus

Pemerintah Singapura mengatakan perkiraan jumlah kasus Covid-19 akan meningkat hampir dua kali lipat pada bulan Mei ini, karena virus ini semakin menular. Baca terus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *