Pimpinan DPR Klaim RUU Penyiaran Tak Larang Jurnalisme Investigasi: Impact-nya yang Kita Pikirkan

TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanggapi banyaknya kritik terhadap RUU atau UU Penyiaran yang dianggap membatasi jurnalisme investigatif. Menurut Dasac, seharusnya tidak ada larangan jurnalisme investigatif dalam UU Penyiaran.

Dasco menyatakan, usulan undang-undang tersebut fokus mengatur pengaruh pemberitaan investigasi yang dilakukan media. Ya, tidak boleh dilarang, kalau kita pikirkan, tidak ada dampaknya, kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.

Pasalnya, kata dia, tidak semua temuan penyelidikan benar-benar akurat. Kadang tidak semuanya, ada yang hasil pemeriksaannya benar, tapi ada juga yang kita lihat kemarin, yang pemeriksaannya setengah benar, ujarnya. Dasco tidak membeberkan laporan investigasi mana yang dimaksud.

Meski begitu, Dasco mengatakan Komisi I DPR masih mencari waktu untuk berkonsultasi terkait penyusunan RUU Penyiaran. Komisi I rencananya akan melakukan konsultasi ini setelah mendapat banyak masukan dari para pegiat media terkait aturan yang sedang mereka susun.

“Iya mungkin kita akan konsultasi dengan teman-teman (media), bagaimana caranya agar semuanya berjalan sebagaimana mestinya, haknya tetap berlaku, tapi dampaknya diminimalisir,” kata Dasko.

Ada sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran 27 Mei 2024 yang dikritik berpotensi mengancam kebebasan pers. Pasal-pasal bermasalah dalam RUU Radio dan TV adalah Pasal 8A huruf q dan Pasal 50 B ayat 2 huruf c. RUU Penyiaran yang dihasilkan Tempo memuat 14 bab dengan total 149 pasal.

Pasal 8 Huruf q memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik tertentu di bidang penyiaran. Kewenangan tersebut selama ini menjadi kewenangan Dewan Pers yang mengacu pada Undang-Undang Pers.

Kemudian Pasal 50 B.2 huruf c mengatur tentang larangan penyiaran eksklusif jurnalisme investigatif. Dalam catatan rapat pembahasan RUU tersebut, Komisi I berpendapat pasal tersebut dimaksudkan untuk mencegah monopoli penyiaran eksklusif jurnalisme investigatif yang hanya dimiliki oleh satu media atau kelompok media.

Sejumlah aktivis media menyatakan penolakannya terhadap RUU Penyiaran, antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Selain itu, Dewan Pers juga menyatakan menentang RUU tersebut.

Pilihan Redaksi: Musa Rajekshah Bantah Jadi Ketua Komisi I DPR Jika Golkar Tak Dicalonkan di Pilkada Sumut

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan DPR tidak akan menutup mata dan telinga terhadap suara masyarakat terkait kontroversi Taper.

Revisi UU Polri akan memberikan wewenang kepada Polri untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengamanan di dunia maya. Baca selengkapnya

Perpanjangan masa jabatan dalam revisi UU TNI menunjukkan keraguan terhadap rotasi kepemimpinan di TNI. Baca selengkapnya

PTN diminta merevisi cara penetapan UKT agar mahasiswa bisa membayar sesuai dengan ketentuan orang tua. Baca selengkapnya

Koalisi menilai RUU di Radio dan TV memuat pasal-pasal bermasalah yang membahayakan kerja jurnalistik. Baca selengkapnya

Baleg DPR menunda pengesahan revisi undang-undang penyiaran. Lalu bagaimana dengan revisi UU Penyiaran ke depan? Baca selengkapnya

Keempat amandemen peraturan perundang-undangan ini ditandai sebagai usulan inisiatif DPR. Berikut 5 hal terkait pengesahan revisi undang-undang yang akan dikirimkan ke pemerintah. Baca selengkapnya

Anggota Komite V DPR Suryadi Jaya Purnama meminta pemerintah memperhatikan masyarakat kelas menengah, generasi Z, dan pekerja independen yang terdampak aturan Tapera. Baca selengkapnya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali mencalonkan Destry Damayanti sebagai calon Wakil Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) periode 2024-2029. Baca selengkapnya

DPR membantah revisi empat undang-undang yang disahkan hari ini sebagai usulan inisiatif Dewan dilakukan secara tergesa-gesa. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *