Polisi Masih Periksa 2 Terduga Copet yang Ditangkap Saat Demo Sengketa Pilpres 2024

TEMPO.CO, Jakarta – Polisi memeriksa dua tersangka yang ditangkap saat aksi unjuk rasa di Patung Kuda Kawin Arjuna, Jakarta Pusat, Senin, 22 April 2024. Kompol Gambhir, Kompol Jamalinus L.P. Nababan mengatakan, mereka berjenis kelamin laki-laki. DS (29 tahun) asal Jakarta Pusat dan OJK (30 tahun) asal Jakarta Timur berdasarkan identitas KTP masing-masing.

Belum ada barang bukti yang disita, kata Jamalinus dalam keterangannya, Selasa, 23 April 2024.

Aktivitas rahasia mereka terungkap sekitar pukul 12.00 di tengah massa yang memprotes putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024. Para korban dipukuli hingga hampir telanjang di depan umum.

Pantauan Tempo kemarin, kelompok tersebut menyeret mereka ke pos pemeriksaan keamanan di Gedung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekitar pukul 13.00. Mengumpat, memukul, menendang pelaku.

Jamalinus mengatakan, dia ditangkap karena diduga mencuri telepon seluler.

Di antara pengunjuk rasa yang ponselnya dicuri adalah Mabun, 47 tahun, asal Bekasi dan Gitsak Mana, 60 tahun, asal Bandung. Keduanya kehilangan ponsel saat membeli minuman.

“Saya sedang mengantri untuk mendapatkan air, padahal tidak ada air,” kata Giatt pada pertemuan kemarin.

Dia menyimpan ponsel Samsung miliknya di dalam tas kecil di pinggang kirinya. Dia tidak merasakan ada orang yang merogoh sakunya.

Pengalaman serupa juga dialami Marbun, ia tak menyangka ponsel Vivo miliknya dicuri. Dia menyimpan ponselnya di saku kanan celana jeans-nya.

Marban hanya tahu kapan ia ingin menyimpan ponselnya. Posisinya saat itu adalah membeli minuman dari para pedagang di tempat yang sama di sekitar patung kuda pengantin Arjuna.

“Saya tidak merasa dicopet, hilang begitu saja saat saya sedang antri minum,” kata Marbon.

Pilihan Penulis: Para pengunjuk rasa memukuli pria yang dituduh mengambil ponsel dalam perselisihan pemilihan presiden tahun 2024

Pakar politik Universitas Udayana menilai mahkamah konstitusi final bisa saja memanfaatkan ketidaksenangan hakim dan menggunakan hak diadili. Baca selengkapnya

Komisi Kedua DPR mengusulkan perubahan UU Pemilu dan UU Pilkada mulai awal tahun 2019.

Akankah ada hak mengusut kejanggalan pada pemilu 2024? Berikut daftar tokoh dan pihak yang bersemangat mendukungnya. Baca selengkapnya

Mahkamah Konstitusi menyatakan ada beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, peraturan KPU, dan peraturan Bawaslu. Baca selengkapnya

Jaket hitam merah yang dikenakan Hakim MK tidak hanya sekedar pakaian formal, tetapi juga merupakan simbol filosofis. Baca selengkapnya

Needham mengatakan, Mahkamah Konstitusi masih merupakan ‘pengadilan perhitungan’ karena putusan sengketa presiden masih didasarkan pada perbedaan hasil pemilu. Baca selengkapnya

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahmudud Mdi yang merupakan calon presiden ketiga, mengatakan, baru kali ini muncul oposisi dalam putusan atau sengketa PHPU pemilu presiden. Baca selengkapnya

Ketua KPU dan PAN Zulkifli Hassan menanggapi aduan PDIP di PTUN terkait pencalonan Jibran pada Pilpres 2024 dengan mengatakan hal serupa. Baca selengkapnya

RPH dilaksanakan secara tertutup dengan melibatkan sembilan hakim atau minimal 7 hakim MK. RPH dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, atau hakim yang ditunjuk.

Pakar pemilu UI Titi Anggraini menyoroti ketidakpuasan ketiga hakim MK dalam memutus sengketa pemilu presiden. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *