Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

TEMPO.CO , Jakarta – Membahas sejarah perfilman nasional tak lepas dari peran Usmar Ismail. Pada tahun 2021, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Usmar Ismail. Gelar pahlawan diberikan kepadanya karena perannya sebagai jurnalis dan sutradara yang memberikan arti penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Profil Usmar Ismail

Usmar Ismail lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bukitingi, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari Datuk Tumengung Usmar Ismail dan Siti Fatima. Usmar Ismail adalah saudara laki-laki Abu Hanifah yang juga dikenal dengan nama pena El Hakim.

Kuliah Usmar Ismail berjalan dengan baik, dimulai di HIS di Batusangkar, Simpang Haru, MULO di Padang, kemudian AMS di Yogyakarta. Setelah lulus dari AMS, Usmar melanjutkan pendidikannya di University of California, Los Angeles, AS.

Bakat sastra Usmar Ismail sudah terlihat sejak duduk di bangku SMP. Bersama teman-temannya, termasuk Rosihan Anwar, Usmar mencoba menghadiri acara ulang tahun Putri Mahkota di Pelabuhan Muara, Padang. Meski mengalami kemunduran, pertunjukan ini menunjukkan bakatnya dengan menghadirkan tontonan yang unik dan mengesankan.

Setelah pindah SMA ke Yogyakarta, Usmar lebih mendalami dunia sastra dan aktif dalam kegiatan drama di sekolah. Ia mulai mengirimkan esai ke berbagai majalah.

Pada tahun 1943, Usmar bersama saudara-saudaranya mendirikan Grup Drama Maya yang dikenal dengan pementasan drama berdasarkan teknik teater Barat, yang dianggap sebagai teater modern pertama di Indonesia.

Ketertarikan Usmar terhadap film semakin meningkat. Ia sering berkumpul dengan teman-temannya di Yogyakarta untuk berdiskusi tentang film. Ia juga terlibat dalam produksi film, sebagai asisten sutradara dalam film “Godis Kampung” dan kemudian menyutradarai film seperti “Harta Karun”, “Chitra”, “Blood and Prayer” (1950), “Six Jam”. “Yoga” (1951), “Dosa Tak Terampuni” (1951), “Krisis” (1953), “Cafedo” (1953), “Setelah Jam Malam” (1954), “Tiga Perawan” (1955), dan “Petarung” ( 1955) pada tahun 1960an).

Salah satu filmnya ‘Lewat Dhajam Malam’ telah memenangkan berbagai penghargaan bahkan hingga saat ini. Pada Festival Film Asia Pasifik 1954, film tersebut memenangkan penghargaan Film Terbaik.

Film Darah dan Doa pun sepakat menjadi tonggak sejarah perfilman nasional. Syuting film tersebut diperingati sebagai Hari Film Nasional.

Tidak hanya itu, A.N. Kedua pemeran film Alkaf dan Dhalia masing-masing berhasil meraih penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik dan Pemeran Utama Wanita Terbaik. Bahkan, sutradara kenamaan Hollywood, Martin Scorsese, memilih “Late Night” sebagai salah satu film yang akan direstorasi dalam proyek Criterion Collection 2020.

Usmar Ismail meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1971 akibat penyakit stroke. Namanya diabadikan sebagai pionir perfilman Indonesia dengan dibukanya Pusat Film Usmar Ismail di Jakarta.

Bintang Ananda Bangun saudara Viguna Hendrik Khoirul Muhid

Pilihan Editor: Kisah Darah dan Doa, Film Long March Siliwangi yang merupakan Hari Film Nasional

Cut Nyack Dhien sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Sumedang dan dijuluki Mata Parbu atau Bunda Suci. Dimakamkan untuk menghormati bangsawan Sumedang. Baca selengkapnya

Butuh waktu beberapa tahun hingga pemerintah akhirnya mendeklarasikan Cut Nyack Dhien sebagai pahlawan nasional. Baca selengkapnya

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hajar Devantara merupakan seorang jurnalis yang mengkritik pemerintah kolonial. Dia juga mengalahkan orang Belanda. Baca selengkapnya

Film berjudul ‘Kaala: Rahasya Fana’ karya mahasiswa Politeknik Tempo diputar dalam acara tersebut. Baca selengkapnya

Di YouTube, Reza Rahadian mengaku ingin berperan sebagai Thomas Matulesi jika ada yang menawarinya peran di sebuah film. Apa hubungannya dengan dia? Baca selengkapnya

Ismail Marzuki menciptakan lagu tentang hari Halloween yang legendaris. Apakah ini profil lagu dan pencipta lagu tentang Idul Fitri? Baca selengkapnya

Sandiaga mengatakan, kemajuan film Indonesia terlihat dari jumlah penonton yang melebihi target setiap tahunnya. Baca selengkapnya

Hari Film Nasional dapat menjadi momen untuk menyoroti berbagai program untuk meningkatkan literasi dan apresiasi film. Baca selengkapnya

Di Hari Film Nasional, Reza Rahadian berharap siapapun penggantinya bisa memberikan yang terbaik bagi perfilman Indonesia. Baca selengkapnya

Riri Riza juga menyebut karya-karya Usmar Ismail mirip dengan Indonesia. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *