Puan Maharani Tanggapi Kritik Megawati soal Revisi UU Penyiaran yang Larang Jurnalisme Investigasi

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menjawab pernyataan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri soal pengujian Undang-Undang Penyiaran (UU Penyiaran) melanggar isi penelitian. Produk surat kabar.

Puan juga menegaskan, perubahan UU Penyiaran sepengetahuannya. Selain itu, proses saling kontrol dan koordinasi terus dilakukan dalam pembahasan perubahan aturan tersebut.

Fraksi Partai Rakyat Demokrat (DPD) menyatakan akan terus memimpin pembahasan amandemen undang-undang tersebut. Ya, masalah ini akan kita tindaklanjuti dan diskusikan, kata Ketua DPP Antara PDIP saat ditemui dalam Rakernas PDP di Stadion Internasional Beach City, Ancol, Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2024.

Megawati pernah mengkritik proses reformasi hukum yang terkesan mendadak. Hingga akhirnya ketua umum PDIP dan wakil ketua komisi bertanya kepada I DPR RI Utut Adianto.

“Tolong dikira pakai amandemen UU MK, menurut saya prosedurnya kurang tepat. Tiba-tiba (saat jeda),” ujarnya. Pengumuman tersebut disampaikan Megawati saat meresmikan Rapat Kerja Nasional VPDIP (RAKERNAS) Jumat pekan lalu.

Terpisah, Megawati menyebut nama Puan saat ditanya mengenai proses revisi undang-undang tersebut. “Saya sendiri yang tanya ke Pak Utut. Jadi, ‘Apa ini sih?’ Aku bertanya padanya Mbak Puan pergi, betapa manisnya Meksiko, kataku.

Megawati mempertanyakan larangan jurnalisme investigatif dalam rancangan undang-undang penyiaran. “Nah, kenapa media ada? Makanya selalu, ‘Hei, kamu kan anggota dewan pers. Lalu kamu harus mengikuti hal yang disebut kode etik jurnalistik.'” Oke, jadi bagaimana? itu. tidak boleh kan, kalau ada penyelidikan, itu menurut saya benar.”

Presiden kelima RI ini menuturkan, dulu ia sering berbicara kepada media. “Saya punya banyak teman semasa PDI. Wah, saya dan pers suka sekali makan lesaha itu di Kebayoran Nasi Uduk. Sangat menyenangkan bagi jurnalis, anak muda. “Kalau begitu saya akan mengajari Anda apakah ini pers yang benar,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan, pembahasan perubahan UU Penyiaran saat ini sudah ada di Badan Legislatif DPR. Artinya, UU Nomor 32 Tahun 2002 atau UU Perubahan Resmi UU Penyiaran masih dalam pembahasan dan belum diajukan ke pemerintah.

Sukhamta mengatakan, keputusan menghentikan atau melanjutkan peninjauan ada di tangan Balegh. Saat dihubungi Time, Sabtu 25 Mei 2024, dia berkata, “Sekarang di Balegh, terserah Balegh mau lanjut atau dihentikan.”

Ia sendiri mengaku tidak ada masalah jika pembahasan tidak dilanjutkan oleh anggota dewan. “Ada baiknya untuk berhenti,” katanya.

Senada, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Sethiadi mengatakan, pihaknya belum menerima rancangan peraturan secara resmi. Kementerian masih menunggu Presiden Joko Widodo memberikan nama aliasnya Jokowi.

“Begini, begitulah logikanya sekarang. Untuk hal-hal yang belum kami komentari secara resmi, kami akan terus mengeluarkan instruksi. Bagaimana kalau mencobanya?” Jumat, 24 Mei 2024, ujarnya dalam jumpa pers melalui Magal.

Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa mengambil keputusan mengenai sikap terhadap amandemen UU Penyiaran yang menimbulkan situasi kontroversial. Meski masih dibahas, banyak pihak yang melontarkan kritik berbeda terhadap pasal-pasal yang masuk dalam draf revisi undang-undang penyiaran tersebut.

Dewan Pers menyoroti sejumlah pasal yang dinilai dapat mengancam kebebasan pers. Selain itu, UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 juga tidak termasuk dalam SK Penyiaran.

Salah satu pasal yang disebutkan adalah Komisi Penyiaran Indonesia bisa menangani sengketa pemberitaan meski bertentangan dengan undang-undang pers. Ada juga klausul yang melarang penyebaran jurnalisme investigatif.

Tak hanya mendapat penolakan dari berbagai komunitas jurnalistik, sejumlah akademisi juga mengkritik artikel-artikel yang masuk dalam ulasan tersebut. Misalnya Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana, Pakar Media (Unair) Universitas Erlanga, Pakar Komunikasi Unand.

Baru-baru ini, demonstrasi dilakukan oleh jurnalis di berbagai kota di Indonesia. Tercatat, puluhan jurnalis dari berbagai media yang bekerja di Kabupaten Siangjur, Jawa Barat, menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD Siangjur pada Rabu, 22 Mei 2024. Mereka dikabarkan menolak perubahan undang-undang tersebut.

Antara | AISYAH AMIRA VOKANG

Pilihan Editor: UMY menuntut agar amandemen UU Penyiaran dihentikan karena mengancam kebebasan pers.

Sidang Umum Abad ke-19 2023-2024, sebanyak 278 anggota Partai Rakyat Demokrat tidak mengisi daftar hadir. Baca selengkapnya

Perdebatan mengenai perubahan UU Penyiaran seharusnya tidak terjadi jika anggota DPR telah menghasilkan naskah akademis yang mendukung. Baca selengkapnya

Komnas HAM terus mengkaji rancangan perubahan UU Penyiaran. Jurnalisme investigatif adalah salah satu poin yang disebutkan. Baca selengkapnya

Sejauh ini DPD Balegh belum mengambil konsep reformasi undang-undang penyiaran untuk menyelaraskan dan memperkuatnya. Baca selengkapnya

FF Rudy menanggapi pernyataan Puan Maharani menyoroti kesalahan perilaku kader partai yang melanggar konstitusi dan prinsip demokrasi.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekernoputri menyatakan, mereka tidak mengalami kendala fisik apa pun. Baca selengkapnya

Sambutan Megawati dalam acara tersebut dibacakan Sekjen PDIP Hasto Cristiano. Baca selengkapnya

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kemitraan ini dibubarkan karena pemilihan presiden. Baca selengkapnya

Hasto mengatakan, yang terpenting bagi PDIP adalah memprioritaskan masalah demokrasi yang saat ini sedang terpuruk. Baca selengkapnya

Projo pun berspekulasi PDIP sedang berstrategi menaikkan harga. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *