Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

TEMPO.CO, Jakarta – Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kini fokus melakukan penelitian pada sektor pembangunan yang terdampak perubahan iklim melalui Kelompok Penelitian Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan.

“Misalnya di sektor pertanian kita bisa melihat apakah produktivitasnya terganggu, begitu juga di sektor kesehatan, kelautan, dan sumber daya air. Hal ini dilakukan sejalan dengan program pemerintah yaitu Program Pembangunan Ketahanan Iklim. ,” kata Heru Santoso, Ketua Tim Peneliti BRIN, Selasa, dikutip dari siaran pers 30 April 2024.

Menurut Heru, para peneliti saat ini fokus mempelajari karakteristik iklim di berbagai lokasi di Indonesia menggunakan alat baru yang lebih fokus pada pengolahan data iklim. Berikutnya bagaimana menghadapi dampak iklim yang semakin sulit diprediksi. Sektor kesehatan mengkaji penyakit akibat perubahan iklim dan cara mengatasinya.

Heru mengatakan penelitian perubahan iklim saat ini lebih fokus pada upaya mitigasi dan adaptasi. “Mitigasinya bisa bagaimana menurunkan emisi, bagaimana pengelolaan lahan bisa menurunkan emisi, terutama yang menyangkut hutan dan mangrove. Kalau terganggu polanya bagaimana,” ujarnya.

Menurut Heru, dalam hal adaptasi terhadap perubahan iklim, topik yang menjadi perhatian saat ini adalah bagaimana perubahan penggunaan lahan atau pembangunan perkotaan dapat mengakibatkan kerentanan masyarakat lokal, baik kerentanan aspek sosial maupun ancaman perubahan iklim. “Saat ini sedang dilakukan penelitian teknologi berupa sistem atau aplikasi yang menggabungkan informasi iklim dengan pola tanam atau sistem peringatan dini untuk kesehatan, pertanian, dan sektor lainnya,” kata Heru.

Heru menambahkan, perubahan iklim merupakan hal yang tidak bisa kita hindari secara global. Perubahan iklim dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu lokal dan global. Pertumbuhan perkotaan dapat menyebabkan perubahan iklim lokal. “Kita melihat semakin banyak pemanasan antropogenik di kota ini,” kata Heru.

Pada saat yang sama, perubahan iklim global dapat terjadi akibat pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan suhu bumi atau emisi gas rumah kaca, khususnya gas CO2, yang terus meningkat intensitasnya. “Data menunjukkan suhu rata-rata global saat ini lebih tinggi dibandingkan suhu pra-industri pada tahun 1880-an. Saat musim tanam dimulai, cuaca mudah diprediksi. Sekarang lebih sulit diprediksi,” kata Heru.

Siti Zuhro menilai jika Anies Baswedan tidak melapor, masyarakat bisa melupakannya. Baca selengkapnya

BRIN mempelajari Sesar Baribi dan Sesar Kendeng, dua sesar kompleks dan besar yang disebut Java Back Arc Thrust. Baca selengkapnya

BRIN menjadi tuan rumah pertemuan para peneliti dari kawasan Asia-Pasifik. Fokus pada adaptasi perubahan iklim dan risiko bencana. Baca selengkapnya

Kepala BRIN menilai ekosistem kendaraan listrik dunia, termasuk Indonesia, masih belum matang karena keterbatasan teknologi. Baca selengkapnya

Tim BRIN didukung oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur. Baca selengkapnya

Akibat kekeringan di Pulau Jawa, TNI AU dan Kementerian PUPR melakukan strategi cuaca dengan sasaran wilayah Malang, Solo, dan Bandung mulai 6 Juni 2024. Baca selengkapnya

Rekor suhu panas di Bekas mencapai 40 derajat Celcius pada Januari lalu. Suatu masa yang panas, demikian para ilmuwan BRIN pernah menyebutnya. Baca selengkapnya

Rencana awalnya adalah teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan di Jawa akan dijadikan proyek percontohan sebelum diluncurkan ke pulau-pulau lain tahun depan. Baca selengkapnya

Jumlah curah hujan di wilayah ini tidak bervariasi secara signifikan dari tahun ke tahun. 130 tahun menjelang akhir abad ke-21 Baca selengkapnya

BMKG memastikan operasi hujan buatan tidak akan menjadi bumerang karena memperbesar dampak lemahnya La Nina. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *