TEMPO.CO , Jakarta – Inspektur Polisi Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyoroti kemampuan polisi memantau dunia maya dan memblokir Internet dalam amandemen UU Polri. “Ini benar-benar masalah,” kata Bambang kepada Tempo, Rabu, 29 Mei 2024.
Di satu sisi, kata dia, polisi harus mampu mencegah kejahatan siber. Namun di sisi lain, polisi tidak bisa mengimbangi teknologi internet. Lebih lanjut, lanjut Bambang, jika harus melalui birokrasi hukum pidana yang sudah ketinggalan zaman, yang hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan segera direvisi.
Sebaliknya, jika polisi diberi kewenangan lebih besar, justru berpotensi membunuh masyarakat yang ingin berekspresi di dunia maya, kata Bambang. “Karena tanpa kontrol dan pengawasan yang ketat, penyalahgunaan kekuasaan pasti akan terjadi.”
Oleh karena itu, mereka menyarankan sebelum memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Polri terkait pengawasan dan penindakan di dunia maya, sebaiknya dikembangkan terlebih dahulu alat penyidikan. “Salah satunya adalah perubahan KUHAP yang dapat mengantisipasi permasalahan di dunia maya,” kata Bambang.
Sebelumnya, DPR RI mengesahkan perubahan UU Polri No. 02 Tahun 2002 merupakan rancangan undang-undang berdasarkan usulan DPR tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kewenangan tersebut diberikan dalam Rapat Debat DPR RI ke-18 pada Selasa, 28 Mei 2024 masa sidang ke-5 tahun sidang 2023-2024.
Berdasarkan revisi RUU Polri yang dilihat Tempo, kewenangan pengawasan internet diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf B. : b. Mengajar, mengawasi, dan melaksanakan kegiatan dalam rangka mengakses internet ruang internet,” kata kode itu.
Pelacakan ruang juga diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf q. Dalam ayat tersebut, Polri berhak mengambil tindakan, mencegah atau menghentikan, dan berupaya membatasi akses Internet demi kepentingan keamanan dalam negeri. Dalam menjalankan kewenangan tersebut, Polri dapat bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Cominfo.
“Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang tindak pidana, Polri berhak: q. mengambil tindakan, mencegah atau menghentikan, dan berupaya memperlambat akses Internet demi keamanan dalam negeri tujuan berkoordinasi dengan Kementerian yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi dan/atau penyedia jasa komunikasi.
Amelia Rahima John Maharso
Pilihan Redaksi: Cerita Ahok soal Kedekatan Jokowi dengan Prabowo
Dusco merujuk pada hak penyadapan dalam UU Polri. Baca selengkapnya
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan DPR belum mengetahui hal-hal yang akan dibahas dalam perubahan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Undang-Undang Kepolisian Negara. Pembahasan perubahan aturan tersebut awalnya menarik perhatian masyarakat karena akan menambah masa kerja aparat kepolisian dan pelayanan Kapolri. Baca selengkapnya
Pemerintah berencana posisi ASN diisi oleh TNI-Polri dan sebaliknya. Baca selengkapnya
Kontroversi RUU TNI dan RUU Polari menyita perhatian para aktivis prodemokrasi karena berpotensi menimbulkan ancaman masuknya militer ke ranah sipil seperti pada masa Orde Baru. Apa saja artikel unggulannya? Baca selengkapnya
Perubahan UU TNI dan UU Polari disahkan menjadi undang-undang di DPR berdasarkan usulan rencana DPR. Baca selengkapnya
Koalisi Ormas Reformasi Kepolisian menolak keras amandemen UU Polri karena sembilan alasan. apa pun? Baca selengkapnya
Kesatuan Ormas menilai amandemen UU Polri berpotensi semakin membungkam kebebasan berpikir dan berekspresi. Baca selengkapnya
Perubahan aturan usia pensiun dilakukan melalui UU No. 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Kepolisian Negara atau Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Baca selengkapnya
Amandemen UU TNI menuai kontroversi karena dianggap mengembalikan dua fungsi ABRI. Apa yang dibicarakan dalam amandemen UU TNI? Baca selengkapnya
Cominfo menjawab pertanyaan mengenai kewenangan polisi untuk melakukan penyadapan dalam amandemen UU Polri. Baca selengkapnya