Rupiah Terus Melemah, Apa Dampaknya?

TEMPO.CO, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah sejak 6 April 2024 hingga mencapai Rp 16 ribu. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran, terutama di dunia usaha. Pada awal perdagangan hari kerja pertama setelah libur panjang Idul Fitri pada Selasa 16 April 2024, nilai tukar rupiah dibuka 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.088 per dolar AS dari penutupan sebelumnya pada 5 April 2024. Rp 15.848 per dolar AS. Pelemahan rupiah berlanjut hingga Rabu ini ditutup melemah 44 poin atau 0,28 persen ke Rp16.220 per dolar AS. Namun pada Kamis 18 April 2024 pagi, rupiah menguat 43 poin atau 0,27 persen ke Rp 16.177 per dolar AS. Rupee dinilai berpotensi pulih terhadap dolar AS. Kenaikan nilai tukar rupee pada Kamis kemarin ditopang oleh aksi ambil untung (profit-taking) menyusul penguatan dolar AS belakangan ini. Kondisi eksternal dinilai menjadi penyebab utama melemahnya nilai tukar rupee. Akhir pekan Idul Fitri menyaksikan perkembangan global dengan data indikator ekonomi AS. Artinya ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed akan berubah pada interval September 2024 nanti. Pelemahan rupee juga semakin dibayangi ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah pasca serangan Iran ke Israel pada Sabtu lalu. 13 April 2024. Ketegangan antara Iran dan Israel juga menambah ketidakpastian global. Selain itu, dari dalam negeri, pelemahan rupee juga disebabkan oleh faktor musiman atau pola pembayaran dividen dan kupon kepada asing. Serta pembayaran pelunasan utang luar negeri akan meningkat atau mencapai maksimal setiap dua triwulan setiap tahunnya. Melihat kondisi tersebut, Kepala Makroekonomi dan Pasar Keuangan PermataBank Faisal Rachman menilai tekanan terhadap rupee masih cukup tinggi dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, masih ada peluang rupee kembali menguat jelang akhir tahun.

Berbeda dengan masa pandemi, meski rupiah mencapai Rp16.000 per dolar AS, pelemahan rupiah saat ini tidak seperti masa pandemi Covid-19. Seperti diketahui, pandemi saat itu berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Posisi pelemahan rupiah kali ini juga sangat berbeda dibandingkan krisis tahun 1998. Apalagi mengingat tekanan terhadap rupiah kali ini cenderung bersumber dari ketidakpastian global. “Saat ini, fundamental perekonomian yang cukup kuat menandakan Indonesia masih bisa tumbuh sekitar 5 persen pada tahun ini. “Jadi pasar Indonesia masih cukup menarik, dan seiring dengan meningkatnya risiko, Indonesia memiliki kapasitas untuk menerima aliran modal masuk,” kata Faisal, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat. Terbukti dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih dari 5 persen, dan inflasi yang masih terjaga, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian tumbuh sebesar 5,05 persen persen year-on-year pada tahun 2023. Sementara itu, tingkat inflasi tahunan sebesar 3,05 persen year-on-year pada Maret 2024. Airlangga juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas keuangan, terutama dalam hal ini untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dan Israel yang menyebabkan penurunan nilai tukar terhadap dolar AS. Next: Dampak pelemahan rupee

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *