Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

TEMPO.CO , Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan konstelasi satelit observasi Bumi nasional. Berbeda dengan satelit tunggal, konstelasi satelit terdiri dari dua atau lebih satelit serupa yang mengorbit secara berkelompok. Keunggulannya adalah satelit memiliki jangkauan yang lebih luas.

Konstelasi satelit pertama yang dikerahkan adalah Nusantara Earth Observation (NEO) yang terdiri dari dua satelit resolusi sangat tinggi, empat satelit resolusi tinggi, dan dua satelit Synthetic Aperture Radar (SAR). Satelit pertama dalam seri ini, atau NEO-1, yang diselesaikan adalah satelit resolusi tinggi.

NEO-1 merupakan satelit generasi keempat atau dikenal dengan A4. Satelit ini akan lebih canggih karena spesifikasi muatannya lebih baik dibandingkan satelit generasi sebelumnya seperti LAPAN-A2 dan LAPAN-A3.

Pakar Madya Puslitbang Teknologi Satelit BRIN M. Arif Saifuddin mengatakan, saat ini wahana NEO-1 sudah memasuki tahap akhir perakitan, integrasi, dan pengujian (AIT). Tahun ini, tujuan Pusat Penelitian Teknologi Satelit adalah mematangkan dan mempersiapkan peluncuran satelit.

Rencana peluncurannya antara akhir tahun 2024 atau awal tahun 2025. Satelit tersebut akan diluncurkan pada ketinggian sekitar 500 kilometer di atas permukaan bumi pada orbit polar sun-synchronous, kata Arif dalam keterangan tertulis, Selasa. 7 Mei 2024. .

Arif mengatakan NEO-1 telah melewati serangkaian pengujian, baik tingkat subsistem atau komponen, meliputi uji operasional, uji kinerja, dan beberapa uji lingkungan. Hal ini dilakukan agar komponen tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan pada satelit.

Setelah perakitan akhir dan integrasi selesai, lanjut Arif, dilakukan pengujian tingkat sistem, termasuk pengujian fungsional, getaran, dan kompatibilitas elektromagnetik (EMC). “Satelit siap diluncurkan setelah seluruh prosedur AIT dan pemeriksaan akhir selesai,” ujarnya.

Kepala teknisi NEO-1 menjelaskan bahwa misi utama satelit ini adalah mengamati bumi menggunakan kamera pemindai garis optik dan kamera termal inframerah.

Arif menjelaskan NEO-1 memiliki kamera multispektral resolusi tinggi yang sebelumnya tidak tersedia di LAPAN-A3. Resolusinya 5 meter dengan lebar punggung 33 kilometer. Kamera resolusi menengah memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan kamera resolusi menengah pada satelit LAPAN-A3, yakni 16 meter dengan backsWidth 230 km.

“Harapannya dengan adanya kamera ini, citra NEO-1 dapat mendukung bidang penginderaan jauh. Citranya dapat digunakan dalam bidang pertanian, kehutanan, kelautan, lingkungan hidup, aplikasi pemetaan dan aplikasi lainnya yang menggunakan citra data satelit,” kata Arif.

Satelit ini juga memiliki kamera inframerah milik Universitas Hokkaido Jepang. Data gambar dapat digunakan untuk memantau terjadinya kebakaran, aktivitas vulkanik dari gunung berapi, mengukur suhu permukaan, dan penelitian terkait cuaca.

NEO-1 juga melakukan misi pengawasan maritim, membawa muatan penerima Sistem Identifikasi Otomatis (AIS). Misi ini memungkinkan pengamatan lalu lintas laut di seluruh dunia untuk pengawasan umum dan khusus terkait keselamatan dan keamanan transportasi laut.

Muatan lain yang dibawa NEO-1 adalah magnetometer. Tujuannya adalah untuk mengukur medan magnet bumi dengan kemampuan akuisisi data yang lebih baik. Nantinya, peneliti dapat menggunakan data tersebut untuk misi ilmiah, seperti pemantauan gejala atau tanda-tanda awal gempa dengan mengamati medan magnetnya berubah sebelum gempa, data ini juga bisa dikaitkan dengan aktivitas geomagnetik,” ujarnya.

Misi lain yang diusung NEO-1 adalah telekomunikasi data rendah yang dilakukan oleh startup Indonesia PT Netra.

Bukan gelombang panas yang mengancam wilayah Indonesia. Lihat temuan tim peneliti BRIN di bawah ini. Baca selengkapnya

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutetium-177-PSMA untuk pengobatan nuklir pada kanker prostat

Starlink di situs resminya mematok harga layanan Internet sebesar Rp 750 ribu per bulan. Baca selengkapnya

Wilayah Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi dipenuhi 10 ribu jenis tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah. Baca selengkapnya

Pusat Penelitian Bencana Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengetahui potensi tingkat gempa di Sumatera bagian selatan. Baca selengkapnya

Menurut peneliti BRIN, suhu tinggi yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini tergolong suhu tinggi dan bukan gelombang panas. Baca selengkapnya

Astronom BRIN menyebut fenomena bintang jatuh di Yogyakarta dan sekitarnya merupakan meteor sporadis. Baca selengkapnya

Teluk Kendari di Kota Kendari mengalami pendangkalan drastis selama 20 tahun terakhir. Demikian kajian BRIN mengenai sedimentasi di perairan tersebut. Baca selengkapnya

Berita naiknya UKT ke ITB terus mengisi Top 3 berita teknologi terkini. Baca selengkapnya

Tiongkok merupakan salah satu negara yang secara bertahap dapat mengurangi dampak polusi udara. Menghilangkan dampak era industri. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *