Siklus KDRT Berulang tapi Enggan Berpisah atau Tinggalkan Pasangan, Psikolog Sebut Alasannya

TEMPO.CO, Jakarta – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 sebagai setiap perbuatan terhadap orang lain, terutama perempuan, yang mengakibatkan penderitaan atau penderitaan dan/atau penelantaran dalam rumah tangga secara fisik, seksual, emosional, termasuk ancaman. untuk melakukan tindakan ilegal. , pemaksaan atau hilangnya kebebasan di rumah.

Seringkali mereka yang mengalami bencana merasa tidak sanggup menanggungnya, namun mereka tetap menyukainya. Bukan ingin putus, tapi ingin pasanganmu berubah. Inilah emosi kompleks dan kebingungan yang sering dirasakan oleh para korban kekerasan dalam rumah tangga. Dokter spesialis psikolog klinis di Unit Operasi Teknis (UPT) Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) DKI Jakarta, Noridha Weningsari mengatakan, kebingungan seperti ini merupakan salah satu ciri korban yang pada akhirnya akan menuntun mereka. untuk menangkap mereka. dalam lingkaran. kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi pengulangan yang diawali dengan fase konflik. Pada bagian ini terjadi konflik, terjadi pertengkaran, korban merasa takut. Tahap selanjutnya adalah ledakan kekerasan, misalnya korban mengalami kekerasan fisik, emosional, seksual atau penelantaran.

Biasanya setelah itu ada masa mediasi. Pada masa ini pelaku sering meminta maaf, berdalih karena mempunyai perasaan, dan seterusnya hingga memasuki masa bulan madu atau masa tenang tanpa perlawanan.

Kesetiaan pada pasangan Menurut Noridha, korban kekerasan kerap melaporkan keadaannya ke polisi atau aparat keamanan saat terjadi ledakan. Namun setelah memulai sesi mediasi, ia mencabut pernyataan tersebut karena korban bingung harus menghentikan situasi kekerasan yang dialaminya atau tidak.

Di sisi lain, terdapat kualitas antara korban dan pelaku, seperti hubungan yang bergantung pada pasangannya seumur hidup, sehingga sangat penuh harapan dan mempengaruhi korban untuk melihat masalah dan penyelesaiannya. Hal ini sering menyebabkan korban tidak dapat melihat permasalahan secara langsung sehingga sulit mengambil keputusan.

Faktanya, konflik dalam keluarga adalah hal yang manusiawi dan wajar karena sering kali didasari oleh kesetaraan dalam hubungan. Dalam hal ini, keduanya mengetahui bahwa konflik yang terjadi menuntut keduanya untuk bekerja sama dan tidak melakukan kekerasan.

Sementara itu, tidak berlaku untuk kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dalam kekerasan dalam rumah tangga, biasanya seseorang berada pada posisi yang tidak setara. Oleh karena itu, ketika ada suatu masalah, cara-cara yang digunakan adalah cara-cara sepihak dan seringkali berbentuk kekerasan. Apa yang menyebabkan seseorang terluka?

Menurut Noridha, hal tersebut sering kali berupa kebingungan, kesulitan mengambil keputusan, cedera fisik, perubahan suasana hati yang negatif, kesedihan, ketakutan, dan mempengaruhi hubungan korban dengan teman atau keluarga. Namun, ada korban yang memilih untuk hidup. Noridha berpendapat, hal tersebut bukan karena ia tidak mengetahui bahwa hubungan tersebut penuh dengan kekerasan, melainkan karena kerumitan, kerumitan, kebingungan yang membuat korban sulit untuk melarikan diri.

Korban masih berharap pasangannya berubah, ia ingin menyelamatkan perkawinannya, kemudian ia bergantung secara mental, ekonomi, dan sosial kepada pelaku, kurang mendapat dukungan dari lingkungan sekitar, energi negatif dan perasaan campur aduk, belum lagi pelakunya adalah si pelaku. korban.

Noridha mengatakan, berdiam diri dan menyerah bukanlah jalan terbaik karena kekerasan dalam rumah tangga terus berlanjut, risiko pembunuhan dan kerusakan berat sangat besar bagi korban. Selain itu, kekerasan bukanlah suatu bentuk komunikasi dan tidak seorang pun berhak menghadapi kekerasan dengan alasan apapun.

Masyarakat, khususnya korban, diajak untuk mengkaji hubungannya dengan pasangannya, terutama dalam hal kekerasan yang berulang-ulang dan adanya upaya keras untuk mengubah perilaku pelaku, misalnya melalui konseling perilaku atau konseling pasangan.

“Kalau tidak ada (upaya konkrit mengubah perilaku), perpisahan bisa jadi pilihan,” ujarnya.

Pilihan Editor: 10 Cara Orang Lain Memperlakukan Anda dan Hubungan Anda, Jangan Menahannya.

Anak-anak yang melanggar hukum sering kali melakukan kejahatan karena mempunyai kewenangan orang dewasa. Baca selengkapnya

Sean ‘Diddy’ Combs meminta maaf atas perilakunya setelah video kekerasan menjadi viral

Meskipun hubungan romantis yang baru sering kali bisa membuat Anda bahagia, terkadang hal itu juga bisa membuat orang tenggelam ke dalam wilayah yang tidak sehat. Berikut lima tandanya. Baca selengkapnya

Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab telah memperingatkan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul penempatan pasukan Israel di Rafah. Baca selengkapnya

Terlalu sensitif terhadap pasangan bisa berubah menjadi stres yang buruk dan membuat Anda merasa tidak nyaman. Baca selengkapnya

Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah X Merauke Asep Kosasih dilaporkan melakukan penodaan agama karena menginjak Alquran.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melepas Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah Merauke X Baca Selengkapnya

Seorang hakim Kanada menegaskan bahwa Universitas McGill tidak boleh menunjukkan kekerasan dalam protes pro-Palestina

Duta Besar Palestina untuk Indonesia mengecam apa yang dilakukan Israel di Palestina dalam rangka memperingati Hari Nakba ke-76. Baca selengkapnya

Calon taruna STIP dari berbagai daerah banyak yang bersekolah di sekolah formal di bawah Kementerian Perhubungan. Tahun ini tidak menerima siswa baru. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *