Tolak Revisi UU Polri, Koalisi Masyarakat: Ancam Kebebasan Berpendapat, Polisi Jadi Superbody Investigator

TEMPO.CO, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menyatakan menolak perubahan UU Kepolisian RI atau UU Kepolisian Negara. Koalisi tersebut terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Imparsial, IM57+ Institute, SAFEnet, ICW dan 15 organisasi lainnya.

Muhammad Isnor, Ketua YLBHI, merilis enam pernyataan yang dikeluarkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian terkait revisi UU Kepolisian. Pertama, Uni menolak keras revisi UU Kepolisian yang diusulkan DPR yakni RI, Republik Demokratik Rakyat Korea.

Kedua, koalisi menuntut Partai Demokrat dan pemerintah segera menghentikan pembahasan UU Kepolisian pada masa pemilu. Ketiga, koalisi menuntut DPR dan Presiden berhenti membuat undang-undang sembarangan hanya untuk kepentingan politik kelompok.

“Kami juga meminta DPR dan Presiden mengabaikan mekanisme pengaturan hukum yang harus sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi hukum,” kata Isur dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu. 2 Juni 2024.

Menurut Isnor, pemberlakuan undang-undang baru harus memperkuat cita-cita reformasi yang memperkuat sistem demokrasi, negara, dan hak asasi manusia untuk melindungi masyarakat. Sebaliknya, revisi UU Kepolisian berpotensi mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.

Tuntutan keempat Koalisi mengharuskan DPR untuk memprioritaskan prioritas legislasi lain yang lebih mendesak. Misalnya, revisi KUHP, UU Perampasan Aset, UU Penyadapan, UU Masyarakat Adat, dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga merupakan contoh yang representatif.

Kelima, koalisi menyerukan kepada pemerintah dan Majelis Nasional untuk mengevaluasi dan mengaudit lembaga kepolisian secara serius dan menyeluruh. Koalisi ini juga meminta masyarakat sipil dan lembaga hak asasi manusia nasional untuk berpartisipasi dalam evaluasi dan audit.

Keenam, Koalisi menyerukan kepada Pemerintah dan Parlemen untuk memperkuat pengawasan kepolisian dalam hal penegakan hukum, keamanan nasional dan pelayanan masyarakat.

Menurut Isnor, koalisi juga menilai perubahan UU Polri berpotensi semakin menekan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ada juga kekhawatiran bahwa revisi peraturan ini dapat mengakibatkan penindasan terhadap hak informasi dan privasi individu di media sosial dan ruang digital.

“RUU Polri akan memperluas kewenangan intelijen dan keamanan kepolisian melebihi kewenangan lembaga lain dalam menangani urusan intelijen,” kata Isnur.

Serikat pekerja juga menilai revisi UU Kepolisian semakin mendekatkan peran kepolisian negara menjadi lembaga penyidik ​​supranatural. Dengan direvisinya UU Kepolisian, kini polisi memerlukan kewenangan berdasarkan UU Penyadapan, sehingga menjadikan penyadapan di dunia maya rentan.

“Di Indonesia, saat ini belum ada ketentuan hukum mengenai penyadapan,” kata Isnur. Perubahan UU Kepolisian ini tidak berakhir pada hak penyadapan, namun justru memberikan kewenangan kepada polisi untuk memimpin pembentukan aparat keamanan yang mandiri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian juga menekankan peningkatan batas usia pensiun anggota Polri menjadi 60-62 tahun dan peningkatan batas usia pensiun pejabat Polri menjadi 65 tahun. Pemerintahan koperasi menilai hal tersebut tidak mendesak dan tidak jelas atas dasar pemberian batasan usia pada revisi UU Kepolisian.

Serikat pekerja menyatakan, dengan adanya revisi UU Kepolisian, terdapat penambahan instansi yang tidak jelas fungsinya sehingga mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga negara dan kementerian. Koalisi ini menekankan bahwa perubahan undang-undang kepolisian semata-mata ditujukan untuk memperkuat kewenangan polisi, meskipun tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas.

Terakhir, pemerintah koalisi mengatakan pembahasan perubahan UU Kepolisian terkesan terburu-buru dan partisipasi masyarakat sama sekali diabaikan.

Pilihan Redaksi: 3 Alasan Revisi UU Kepolisian dan Perpanjangan Usia Pensiun

Selama menjabat sebagai Presiden RI, BJ Habibie memberikan ruang yang luas terhadap hak asasi manusia, demokrasi, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berpendapat. Baca selengkapnya

Pemerintahan Joko Widodo punya waktu 60 hari untuk mengerjakan perubahan undang-undang sebelum mengirimkan surat presiden dengan DIM terkait Senayan. Baca selengkapnya

Menurut pengamat, penguatan kepolisian tidak berarti harus memperkuat otoritas kepolisian melalui UU Kepolisian. Baca selengkapnya

Pemerintah berencana mengkaji ulang rancangan perubahan UU TNI dan Polri sebelum Presiden Joko Widodo mengirimkan Perpres ke DPR. Baca selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan khawatir pernyataan Panglima TNI tentang multifungsi ABRI berpotensi menghidupkan kembali Baca Seutuhnya.

Kemenkopolhukam merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2023 yang menunjukkan tren penurunan. Baca selengkapnya

Budi Arie memahami kekhawatiran masyarakat bahwa keberadaan Dewan Media Sosial akan membatasi kebebasan berekspresi. Baca selengkapnya

Hal itu diungkapkan Dasco soal kewenangan penyadapan dalam UU Kepolisian. Baca selengkapnya

Puan Maharani, Ketua DPR RI RI, mengatakan DPR RI belum mengetahui permasalahan yang akan dibahas dalam UU Kepolisian maupun perubahan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Alasan pembahasan revisi peraturan tersebut sebelumnya menarik perhatian karena menyangkut perpanjangan masa jabatan petugas kepolisian dan masa jabatan Kapolri. Baca selengkapnya

Pemerintah berencana posisi ASN diisi oleh TNI-Polri dan sebaliknya. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *