Top 3 Hukum: Alasan Rudy Salim Ogah Bayar Denda Pajak 9 Mobil Mewah, Profil Jampidsus Kejagung yang Dikuntit Densus

TEMPO.CO, Jakarta – Tiga berita terpopuler di saluran hukum Sabtu pagi ini bermula dari alasan pengusaha Rudy Salim menolak membayar denda 9 mobil mewah yang ditahan bea cukai Rp 8,8 miliar. Perusahaan Kenneth Koh, Speedline, menyalahkan masalah ini timbul karena Rudy enggan mengembalikan mobil tersebut. Berita terpopuler berikutnya adalah pernyataan pemuda Bekasi yang menjadi saksi mata pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat. Pemuda yang diperiksa Polda Jabar itu mengaku sedang berada di sebuah toko tak jauh dari TKP. Berita terpopuler ketiga adalah profil Jampidsus Jaksa Agung Febrie Adriansyah yang diduga diikuti. oleh anggota polisi dari Densus 88 Anti Teroris Khusus. Selanjutnya, Febrie didampingi polisi militer dengan bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Militer karena Jampidsus sedang menangani kasus korupsi tipis. Berikut 3 berita terpopuler di saluran hukum Sabtu 25 Mei 2024: 1. Alasan Rudy Salim menolak membayar denda pajak atas 9 mobil mewah yang ditahan bea cukai.

Pengusaha muda Indonesia, Rudy Salim, pernah mengaku tak ingin ikut campur dalam denda pajak sembilan mobil mewah yang saat ini dipegang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Seperti diketahui, Rudy pernah terlibat kasus mobil mewah yang melibatkan pengusaha asal Malaysia, Kenneth Koh.

Beberapa waktu lalu, Kenneth Koh melaporkan lembaga di bawah Kementerian Keuangan ke Kejaksaan Agung karena merasa kehilangan sembilan mobil mewahnya yang ditahan Bea Cukai di Gudang Soewarna, Kantor Pelayanan Kepala Bea dan Cukai Soekarno-Hatta. .

Saat diwawancarai Majalah Tempo pada 2023, Rudy menjelaskan ada denda keterlambatan sebesar Rp 8,8 miliar. Jika mobil tersebut tidak diekspor kembali atau dianggap tetap berada di Indonesia selamanya, total denda yang harus dibayarkan mencapai Rp56 miliar.

Berdasarkan ketentuan ATA Carnet, yang harus menjamin mobil ini adalah Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia). Bea dan Cukai harus menagih Kadin. Itu keberatan pertama Speedline, kata Rudy Salim kepada Majalah Tempo.

Dalam proses penyitaan mobil mewah tersebut, Rudy diduga bolak-balik ke kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Bea Cukai menahan sembilan mobil mewah milik Prestige yang diimpor melalui mekanisme ATA Carnet pada 2019. Bea dan Cukai mengenakan denda keterlambatan kepada eksportir mobil Speedline Industries Sdn Bhd yang berbasis di Malaysia. Sembilan unit mobil mewah dikirim melalui ATA Carnet dari Speedline Industries ke Prestige Motor Automotive yang disita Bea Cukai Soekarno-Hatta karena melebihi jangka waktu ekspor kembali. Dokumentasi khusus

Jika denda tidak dibayar dan mobil tidak dikembalikan, maka biaya dendanya bertambah hingga Rp 56 miliar. Speedline menyalahkan masalah ini karena keengganan Rudy mengembalikan mobilnya. Dalam kasus ini, anak buah Rudy, Andi, juga melaporkan Bea Cukai ke Bareskrim Polri.

Berdasarkan pemberitaan Majalah Tempo, mobil mewah Rudy diboyong ke Indonesia pada 2019 oleh Kenneth Koh melalui perusahaannya yakni Speedline Industries Sdn Bhd. Rudy pertama kali bertemu Kenneth melalui seorang rekannya. Saat itu, Rudy berencana mengimpor 14 mobil mewah yang dibelinya dari Inggris dengan mekanisme izin impor sementara atau ATA Carnet.

Mekanisme ATA Carnet sendiri digunakan untuk mendatangkan barang untuk keperluan pameran, display atau keperluan pendidikan, bukan untuk dijual. Karena barang-barang ini bukan untuk tujuan komersial, impor dengan ATA carnet tidak dikenakan bea masuk, pajak atau biaya lainnya. Importir hanya perlu menyetorkan jaminan ke kamar dagang negaranya masing-masing. Dalam hal ini, Speedline telah menyetorkan jaminan tersebut ke Kamar Dagang dan Industri Internasional Malaysia (MICCI). –> 2. Penjelasan Pemuda Asal Bekasi Polda Jabar Selidiki Pegi, Buronan Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Kapolsek Cikarang Utara Samson mengungkapkan, pemuda asal Desa Karangasih, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, menjadi saksi mata kasus pembunuhan Vina Dwi Arsita dan Muhammad Rizky (Eky) pada 2016. Nama pemuda tersebut adalah Aep, 30 tahun.

Samson mengatakan, Aep diperiksa tim penyidik ​​Polda Jabar di Polsek Cikarang Utara, Rabu, 22 Mei 2024. Penyidikan itu terkait penangkapan buronan pelaku atas nama Pegi alias Perong. Iya betul, tadi malam sudah dilakukan pemeriksaan di Polsek (Cikarang Utara), kata Samson, Kamis malam, 23 Mei 2024.

Samson mengatakan, ujian Aep memakan waktu sekitar empat jam. “Di Polsek (Cikarang Utara) dimulai pukul setengah dua belas (malam), sekitar empat jam lebih,” ujarnya.

Meski Aep diperiksa di Polsek Cikarang Utara, Samson mengaku tidak mengetahui materi pemeriksaan tersebut. Kalau materinya kami tidak tahu karena kami tidak ikut campur karena itu urusan Polda Jabar, kata keluarga Vina Hotman Paris saat ditemui dalam jumpa pers di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Barat. Ayah Vina Wasnadi, ibu Vina Sukaesih, dan adik Vina Marliana hadir, Kamis 16 Mei 2024. ANTARA/Risky Syukur

Aep membenarkan dirinya diperiksa Polda Jabar terkait penangkapan buronan pelaku Pegi alias Perong. “Iya akhirnya kasih informasi soal masalah DPO yang baru ditangkap,” kata Aep saat ditemui di Bekasi, Kamis, 23 Mei 2024.

Aep mengatakan, saat itu tim penyidik ​​Polda Jabar memberinya foto seorang pria. Aep mengaku kepada polisi bahwa dia mengenali pria tersebut. “Tanya kenal orang ini (siapa yang ngasih foto Pegi)?” “Iya, saya kenal, tapi saya tidak tahu namanya,” ujarnya.

“Jadi kamu tahu motornya? Iya, saya tahu motor Smash itu warna pink,” lanjut Aep.

Aep mengatakan, saat penangkapan pertama kasus Vina Cirebon terjadi, Pegi tidak ada di lokasi kejadian. Namun, dia mengaku melihat Pegi alias Perong pada malam kasus itu terjadi. “Saat penangkapan, saudara laki-laki Pegi tidak ada. Namun saat kejadian,” kata Aep.

Meski mengenali foto pria yang dihadirkan polisi, Aep mengaku tak pernah berkomunikasi dengan Pegi dalam kesehariannya. Hanya saja, Aep kerap melihat Pegi sedang nongkrong di depan mobil uap tempatnya bekerja selama di Cirebon.

“Saya kurang tahu keseharian Pegi. Yang saya tahu Pegi sering nongkrong sama anak-anak di sana, sering nongkrong,” ujarnya.

Sementara itu, saat pembunuhan Vina dan Eky terjadi di Cirebon, Jawa Barat, Aep mengaku sedang berada di sebuah toko tak jauh dari TKP. “Saat kejadian, saya sedang berada di bengkel, dan ada pengendara sepeda motor berseragam XTC yang berpapasan dengan (korban) dan langsung melemparinya dengan batu,” kata Aep.

Aep mengatakan, korban dilempari batu oleh sekelompok remaja yang kerap berkumpul di tempat nongkrong seberang mobil uap tempatnya bekerja. Jumlah anak mudanya sekitar delapan orang.

Setelah itu, Aep melihat sekelompok pemuda tersebut langsung tancap gas dan mengejar korban. Dikejar terus. Anak-anak di sana juga ada sekitar delapan orang. Yang ketat cuma empat sepeda motor, ujarnya.

Saat itu, Aep mengaku ketakutan melihat kejadian tersebut dan memilih meninggalkan toko tempatnya berada saat kejadian tersebut terjadi. Setelah itu, Aep tak mengetahui lagi apa yang menimpa korban.

Namun Aep mengaku bisa memastikan bahwa pengendara sepeda motor yang diyakini Vina dan pacarnya itu tidak terlibat kecelakaan saat kejadian tersebut. “Tidak (bukan kebetulan) saya melihatnya,” kata Aep. Berikut profil Jaksa Agung Jampidsus Febrie Adriansyah yang menjadi tersangka Densus 88… 3. Profil. Jaksa Agung Jampidsus Febrie Adriansyah yang diduga dibuntuti Densus 88 saat Makan Malam

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Febrie Adriansyah diduga diikuti anggota polisi dari unit Detasemen Khusus Anti Teror atau Densus 88.

Febrie diduga diikuti saat makan malam di sebuah restoran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Salah satu anggota Densus 88 kedapatan mengendalikan makan malam Jampidsus yang saat ini sedang menangani kasus korupsi PT Timah (IUP) senilai Rp 271 triliun.

Dua orang yang mengetahui kejadian tersebut mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada pukul 20.00 atau 21.00 WIB. Ia mengatakan, saat dua anggota Densus 88 keluar dari restoran, salah satunya langsung ditangkap polisi militer dan satu lagi kabur.

Febrie baru-baru ini dikawal polisi militer TNI dengan bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Militer, saat Jampidsus menangani kasus korupsi besar. Sementara saat dikonfirmasi soal ini, Febrie belum memberikan tanggapan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana juga enggan mengomentari kejadian tersebut. Ia mengaku belum mendapat informasi mengenai kejadian tersebut. Saya belum dapat informasinya, kata Ketut saat dihubungi, Kamis, 23 Mei 2024.

Lantas, bagaimana profil Jampidsus Febrie Adriansyah yang diduga diikuti Densus 88? Simak rangkuman informasi selengkapnya di bawah ini.

Profil Febrie Adriansyah

Febrie Adriansyah adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Republik Indonesia. Laporan dari situs resmi Kejaksaan Agung RI Bidang Penerangan Hukum, Febrie merupakan seorang jaksa kelahiran Jakarta, 19 Februari 1968.

Meski lahir di ibu kota, Febrie menghabiskan masa kecilnya di Jambi. Bahkan ia menyelesaikan pendidikannya dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi di Jambi.

Karir Febrie sebagai jaksa dimulai pada tahun 1996 di kantor Kejaksaan Negeri Sungai Banyak, Kerinci. Sejak saat itu, karier Febrie terus menanjak hingga menduduki jabatan Kepala Bagian Intelijen atau Kepala Intel Kejaksaan Tinggi Sungai Banyak. Ini sekaligus menjadi karir terakhir Febrie di Jambi.

Setelah itu, Febrie mulai berganti pekerjaan. Ia tercatat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bandung, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Yogyakarta (Wakajati), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi. dari DKI Jakarta. Kantor dan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Kejati).

Febrie pernah menjabat Direktur Penyidikan pada Deputi Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung. Ia kemudian diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan dilantik pada 29 Juli 2021.

Baru lima bulan menjabat Kajati Jakarta, Febrie diangkat menjadi Deputi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung atau Jampidsus Kejagung. Ia resmi dilantik menjadi Jaksa Agung Jampidsus pada 6 Januari 2022.

Sebelumnya, saat menjabat Dirdik Jampisus, Febrie menangani beberapa urusan besar. Tiga di antaranya adalah kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, kasus korupsi PT Asabri, dan kasus korupsi fasilitas kredit PT Bank Tabungan Negara (BTN).

Dalam kasus Jiwasraya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian yang dialami Jiwasraya sebesar Rp16,8 triliun. Sementara kasus korupsi PT Asabri, kerugian tercatat Rp 22,78 triliun Pilihan Redaksi: Kronologi Densus 88 tertangkap setelah Jampidsus Kejaksaan Agung mengeluarkan alat perekam kepada Febrie Adriansyah.

Teror yang dilakukan pasukan anggota Pasukan Khusus Densus 88 Kontra Teror terhadap kantor Kejaksaan Agung. apa itu Baca selengkapnya

Berapa kekayaan bersih Brigjen Sentot Prasetyo dan Jampidsus Febrie Adriansyah? Berikut rangkuman informasi perbandingan harta keduanya. Baca selengkapnya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menitipkan sejumlah mobil mewah kepada Rumah Sitaan Negara (Rupbasan) di Samarinda, Kalimantan Timur. Baca selengkapnya

Tiga orang yang merupakan rekan kerja dan paman Pegi diperiksa Polda Jabar terkait keterangannya terhadap tersangka pembunuhan Vina. Baca selengkapnya

Penyidik ​​Jampidsus Kejaksaan Agung mengungkap merek Antam dipasang secara ilegal pada produk emas milik pribadi. Mencapai 109 ton. Baca selengkapnya

Perhatian Komnas HAM terhadap kasus Vina seharusnya menjamin kesembuhan bagi korban dan anggota keluarganya. Baca selengkapnya

Virus 300 T masuk

MAKI akan mengajukan gugatan praperadilan jika penyidik ​​Jampidsus tidak menyentuh pelaku berinisial RBS saat menangani korupsi pikiran. Baca selengkapnya

Penyidik ​​Jampidsus Kejaksaan Agung tengah mendalami adik Sandra Dewi dan suaminya dalam kasus korupsi timah. Baca selengkapnya

Polri menyatakan insiden penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah yang dilakukan anggota Densus 88 tidak menjadi masalah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *