Youthlab Gelar Diskusi Tren Kecerdasan Buatan Kalangan Gen Z: Memudahkan atau Menyesatkan?

TEMPO.CO, Jakarta – Youthlab, perusahaan riset yang fokus pada riset perilaku remaja Indonesia, menggelar acara diskusi bertajuk Youth Dystopia: The Future with or Without AI. Acara dilaksanakan pada Kamis malam, 28 Maret 2024, di Black Pound Tavern, Seniyan, Jakarta Selatan.

Topiknya adalah menganalisis bagaimana Artificial Intelligence (AI) mempengaruhi pergerakan industri dan bisnis di Indonesia saat ini. Selain itu, diskusi ini juga menyoroti kemajuan para profesional muda dan akademisi yang sudah menggunakan AI dalam memenuhi tugas sehari-hari.

Direktur Eksekutif Yuthlab Axel Hadiningrat mengatakan diskusi ini tidak hanya penting, namun juga penting bagi generasi muda yang akan menjadi wajah masa depan Indonesia. “Karena ini akan membantu mereka memahami dampak dari pilihan yang mereka ambil dengan menggunakan AI,” kata Axel yang juga pengajar studi media, periklanan, dan pemasaran di Universitas Indonesia.

Dalam perbincangan selama dua jam yang dipimpin oleh moderator Abram dan Fasia tersebut, masyarakat menunjukkan kegembiraan dan ketidakpastian terhadap fenomena kecerdasan buatan. Seperti yang diungkapkan oleh dua narasumber yaitu praktisi komunikasi Gupta Sitorus dan Irzan Raditya, CEO sekaligus pendiri Kata.AI, sebuah perusahaan teknologi kecerdasan buatan. Keduanya sepakat bahwa AI harus diperlakukan sebagai alat yang memudahkan pekerjaan manusia. Baik buruknya tergantung orang yang mengarahkannya.

Dalam dunia bisnis online, Irzan Raditya menjelaskan pemanfaatan kecerdasan buatan sangat bermanfaat. Namun banyak juga yang membuat berita palsu atau menyebarkan informasi palsu. Ia mencontohkan, saat ini sudah banyak iklan produk yang dibagikan di media sosial yang bisa mengedit video, misalnya saja tokoh terkenal yang mempromosikan perjudian online atau obat-obatan. “Kita perlu menyebarkan kesadaran akan dampak AI di wilayah regional karena pengetahuan tentang AI masih terkonsentrasi. Di kota-kota besar,” kata Irzan.

Salah satu peserta dari Kampus Politeknik Tempo, Almera Belva, mengatakan AI sangat membantu dalam menyelesaikan tugas kuliah. Meski di sisi lain AI juga bisa memanjakan siswa sehingga menjadi malas. “Sepertinya masih ada rasa bersalah jika pekerjaan kita dibantu oleh AI,” ujarnya.

Sementara itu, Gupta Sitorus menyarankan agar kecerdasan buatan harus siap diterima sebagai bagian dari kehidupan. “Kita tidak bisa menolak teknologi karena tanpanya peradaban manusia akan hilang,” kata Gupta. Pekerja, individu, komunitas, akademisi, dan regulator diharapkan bersiap berdampingan dengan teknologi AI secara harmonis.

Jokowi mengatakan, pemerintah sudah memperhitungkan kebijakan Tapera sebesar 3 persen. Baca selengkapnya

Menteri Pengangguran Ida Fawzia menjawab pertanyaan mengenai banyaknya pengangguran Generasi Z atau Gen Z. Ia mencontohkan, kelompok umur 15-24 tahun memang menjadi penyumbang angka pengangguran terbesar yakni sebesar 16,42 persen. Baca selengkapnya

Galaxy Z Fold 6 akan diresmikan di acara Samsung pada 10 Juli. Bocoran spesifikasinya kian ramai diperbincangkan. Baca selengkapnya

Aktris Scarlett Johansson menuduh OpenAI menyalin suaranya untuk digunakan secara sepihak dalam fitur asisten suara ChatGPT. Kepala AI yang blak-blakan, Sam Altman, membantah hal ini. Baca selengkapnya

Secara viral, ratusan pelamar kerja menyerbu kios Seablock di Siam. Ironisnya BPS juga menyebut jumlah pengangguran di Indonesia. Baca selengkapnya

Generasi Z atau dikenal dengan Gen Z merupakan penyumbang angka pengangguran terbesar di tanah air. Baca selengkapnya

Keluarga Michael Schumacher telah menerima kompensasi dari sebuah majalah Jerman yang menerbitkan ‘wawancara’ yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan, atau AI. Baca selengkapnya

Menambah pengalaman mengedit foto, Adobe telah memasang teknologi AI di Lightroom. Aplikasi tersebut dapat menghilangkan objek-objek yang mengganggu keindahan foto. Baca selengkapnya

Solo merupakan salah satu kota terdepan dalam program kecerdasan buatan di Indonesia. Baca selengkapnya

Generasi Z yang bekerja di sektor informal disebut-sebut menjadi salah satu faktor turunnya pajak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *